Selasa, 22 September 2009

KABINET YANG AKAN DATANG

Setelah usai pemilihan presiden, persoalan kementerian menjadi issu yang tidak dapat diremehkan. Pertarungan memperebutkan tempat di cabinet menjadi sesuatu yang menarik perhatian. Partai-partai anggota gabungan partai politik yang mengajukan Capres-Cawapres pemenang pilpres berlomba untuk mendapatkan jatah sesuai dengan yang disepakati waktu sebelum mengajukan Capres-Cawapres. Di dalam tubuh partaipun ada pertarungan untuk mengisi jatah yang sudah didapatkan. Terdapat silang pendapat mengenai komposisi antara menteri dari partai dan dari kalangan professional. Terdapat issu lain mengenai perampingan cabinet. Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat pada issu terakhir ini.


Soal kementerian sudah ditentukan dalam sebuah undang-undang, yaitu UU No. 39 tahun 2008. Pasal 15 menentukan bahwa “Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34 (tiga puluh empat)”. Dalam Penjelasan umum UU dinyatakan, “Undang-undang ini juga dimaksudkan untuk melakukan reformasi birokrasi dengan membatasi jumlah kementerian paling banyak 34 (tiga puluh empat). Artinya, jumlah kementerian tidak dimungkinkan melebihi jumlah tersebut dan diharapkan akan terjadi pengurangan.” Dengan demikian sudah cukup jelas bahwa kementrian tidak boleh melebihi 34 kementerian. Jadi UU memungkinkan kementrian kurang dari jumlah yang ada saat ini. Namun demikian tampak agak mustahil, mengingat banyaknya urusan pemerintahan sebagaimana disebut dalam UU dan kepentingan-kepentingan yang saling berbenturan dalam penentuannya, untuk membuat kementerian kurang dari jumlah 34 kementerian.

Nomenklatur Kementerian

Nomenklatur kementrian menurut UU ini berbeda dengan yang berlaku saat ini. Kita mengetahui bahwa selama ini bahwa nomenklatur kementrian adalah departemen dan kementerian Negara. Pada periode kedua dari masa jabatan Presiden SBY, nomenklatur kementrian berubah menjadi:

I. kementerian yang tegas disebut dalam UUD 1945, yaitu yang menangani urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.

II. kementerian untuk mengurus urusan yang disebut dalam UUD 1945, yaitu yang mengurusi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan; dan

III. kementrian dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, yaitu yang mengurusi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.

Kementerian I dan II dikenal sebagai Departemen sampai dengan saat ini, sedangkan untuk III disebut sebagai Kementerian Negara dan Kementerian Koordinator. Pada kabinet yang akan datang, sesuai dengan UU tersebut, istilah Departemen dan Kementerian Negara sudah tidak ada lagi. Pasal 17 Ayat (1) UUD 1945 memang berbunyi "Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara". Pembedaan antara Menteri Negara dengan Menteri yang memimpin departemen memang seolah-olah menunjukkan bahwa menteri yang memimpin departemen bukanlah menteri negara. Hal ini diperbaiki dengan UU tersebut di atas.

Nomenklatur ini sekaligus menunjukkan soal ranking dan mungkin gengsi dari kementerian yang akan datang. Untuk Kementrian I, Pasal 8 Ayat (3) UUD 1945 menentukan bahwa Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama merupakan pelaksana tugas kepresidenan dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan. Menteri-menteri dalam Nomenklatur I merupakan menteri-menteri utama dalam cabinet yang akan dating. Menteri Koordinator, yang berada dalam Nomenklatur III tidak lebih tinggi dari ketiga menteri dalam Nomenklatur I. Memang agak sedikit unik bahwa menteri coordinator, jika akan masih diadakan, mengkoordinir Menteri-menteri Utama yang rankingnya berada di atas Menteri Koordinator.

Untuk kementerian dalam Nomenklatur II terdapat 25 urusan. Ke-25 urusan ini ada yang tumpang tindih. Untuk saat ini terdapat satu urusan yang tidak ada menterinya, yaitu urusan keamanan. Pada masa pemerintahan Pak Harto, urusan keamanan ada pada Departemen Pertahanan. Demikianlah dulu dikenal Departemen Pertahanan dan Keamanan. Dalam masah-masa sesudah Pak Harto, urusan keamanan ditangani oleh Kepala Kepolisian RI. Belum diketahui secara pasti apakah akan diadakan kementerian keamanan secara tersendiri lepas dari Kepolisian RI. Mungkin juga bahwa kementerian keamanan dipimpin langsung/dijabat rangkap oleh Kapolri. Terdapat kombinasi lain yang mungkin, yaitu urusan keamanan dijalankan oleh kementrian dalam negeri atau dimasukkan dalam kementerian pertahanan. Tentu harus diperhatikan bahwa kementrian yang mengurusi keamanan harus ada menurut UU tersebut.

Urusan hukum yang berada dalam Nomenklatur II tampaknya masih akan tetap digabung dengan urusan HAM. Urusan Pendidikan dan Kebudayaan sangat mungkin untuk disatukan. Namun demikian mengingat saat ini urusan kebudayaan yang berada dalam Nomenklatur II disatukan dengan urusan Pariwisata yang berada dalam Nomenklatur III, penggabungan ini boleh jadi penggabungan urusan pendidikan dan kebudayaan tidak akan dilakukan. Urusan Pertanian, perkebunan, dan peternakan saat ini dibawah Departemen Pertanian dan tampaknya masih akan disatukan. Urusan Pertambangan dan Energi ada pada satu Departemen, yaitu Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Urusan Informasi dan Komunikasi ada pada Departemen Departemen Komunikasi dan Informatika.

Dalam Nomenklatur III terdapat kementerian-kementerian yang dimaksudkan untuk rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah. Saat ini terdapat beberapa urusan yang diurus oleh lembaga-lembaga pemerintah non departemen, seperti pertanaan, ilmu pengetahuan, kependudukan, investasi. Saya kira ke depan hal ini juga akan dibuat demikian. Demikian juga dengan urusan pariwisata, yang saat ini digabung dengan urusan kebudayaan masih mungkin dipertahankan.

Gabungan Urusan pada Nomenklatur I, II, dan III.


Dalam cabinet yang ada sekarang terdapat urusan-urusan yang menurut UU berada dalam nomenklatur yang berbeda. Sebagai contoh, dalam cabinet sekarang ada urusan kebudayaan, yang berada dalam Nomenklatur II, dan pariwisata yang berada pada Nomenklatur III. Memang tidak ada dalam UU yang melarang penyatuan urusan dalam Nomenklatur I, II, dan III. Jadi jika nantinya kementerian Kebudayaan dan Pariwisata masih berada dalam satu kementerian maka hal itu tidak ada masalah. Demikian juga dengan Kementerian Pertahanan, Nomenklatur I, dibuat mengurusi urusan keamanan, yang berada dalam Nomenklatur II maka hal itu tidak ada masalah. Kalau tidak diadakan penggabungan-penggabungan urusan maka hal itu akan melebihi batas yang ditentukan oleh UU, yaitu 34 Kementerian. Maka Kementerian yang akan datang (dengan nama/penyebutan yang mungkin berbeda) adalah:

Nomenklatur I

Kementerian Luar Negeri
Kementerian Dalam Negeri
Kementerian Pertahanan (+ urusan keamanan dari urusan dalam Nomenklatur II)

Nomenklatur II

Kementerian Agama,
Kementerian Hukum dan HAM
Kementerian Keuangan
Kementerian Pendidikan
Kementerian kebudayaan (ditambah Pariwisata dari urusan pada Nomenklatur III)
Kementerian kesehatan,
Kementerian Sosial,
Kementerian Ketenagakerjaan,
Kementerian Industri,
Kementerian Perdagangan,
Kementerian Pertambangan dan Energi
Kementerian Pekerjaan Umum,
Kementerian Transmigrasi,
Kementerian Transportasi,
Kementerian Komunikasi dan Informasi ,
Kementerian Pertanian (meliputi urusan pertanian, perkebunan, peternakan)
Kementerian Kehutanan
Kementerian Kelautan, dan Perikanan;

Nomenklatur III

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
Kementerian Aparatur Negara
Kementerian Kesekretariatan Negara
Kementerian Badan Usaha Milik Negara
Kementerian Lingkungan Hidup
Kementerian Riset dan Teknologi
Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah,
Kementerian Pemuda dan olahraga
Kementerian Perumahan
Kementerian Pembangunan Kawasan atau Daerah Tertinggal.
Kementerian Sinkronisasi dan Koordinasi Politik dan Keamanan
Kementerian Sinkronisasi dan Koordinasi dan Sinkronisasi Ekonomi, Keuangan, dan Industri
Kementerian Sinkronisasi dan Koordinasi Kesejahteraan Rakyat

2 komentar:

  1. kemeterian pertanahan digabung kemana? menurut uu 39 tahun 2008 sudah ditetapkan sebagai kementerian.

    BalasHapus
  2. Kementrian Dalam Negeri aja kali ya seperti di masa lalu.

    BalasHapus