Jumat, 12 Mei 2017

Soal Lama

Di dunia maya kitab-kitab suci beredar secara bebas. Di toko buku, ambil contoh Gramedia, banyak di jual kitab suci. Al Qur’an, ALlkitab dan lain sebagainya. Di toko buku, Al Qur’an lebih menarik di bandingkan dengan Alkitab.. Berbagai  cara dikemas. Ada yang hanya dalam bahasa Arab dan terjemahannya, ada pula yang didampingi bacaannya dalam huruf Latin. Pokoknya dibuat sedemikian menarik. Harganya tentu bervariasi. ALKITAB di sisi lain, tidak banyak variasinya,  begitu-begitu saja. Tidak banyak pilihan, paling juga hanya soal ukuran saja yang beda.

Banyak orang berpandangan kitabmu kitabmu, kitabku kitabku. Seseorang dari agama lain, katakanlah saya yang Katolik, dianggap tidak layak mengomentari Al Qur’an, misalnya. Saya menjadi bingung mendengar yang semacam ini.  Di dunia maya dan toko buku tidak dibuat pembatasan bahwa yang dapat membaca dan melihat dan membeli Al Qur’an hanya kalangan Muslim. Atau Alkitab hanya boleh dibaca, dilihat, disentuh dan dibeli oleh orang-orang Kristen. Dalam berbagai versi Al Qur’an dan Alkitab yang saya lihat di toko tidak ada satu penyusunpun yang membuat deklarasi bahwa Al Qur’an atau Alkitab yang bersangkutan hanya dapat dibaca, dilihat, dibeli dan dikomentari oleh yang Muslim atau yang Kristen.

Kalau orang Kristen keberatan penganut agama lain mengomentari atau menafsirkan Alkitab, yang dijual atau beredar  secara bebas, saya pikir Pihak Gereja harusnya tidak mengijinkan peredaran Alkitab  secara bebas. Demikian juga dengan kalangan Muslim.   Kalau berkeberatan orang-orang non muslim mengomentari dan menafsirkan  Al Qur’an, janganlah dijual dan diedarkan secara bebas. Kan di toko buku bisa dibuat batasan dan ,jika perlu,  untuk membeli Al Quran atau Alkitab harus menunjukkan kartu identitas.

Bagi saya, ketika suatu tulisan, apakah sekedar status di facebook, apakah artikel di Koran, buku, termasuk Kitab Suci, sudah menjangkau orang lain secara bebas maka orang lain itu bebas mengomentari dan menafsirkannya tanpa mempersoalkan asal -usulnya. Misalnya, seseorang membeli Alkitab di toko lalu membacanya dan menuliskan apa yang dipahamnya tentang apa yang dibacanya dan menerbitkannya, katakan di facebook. Apa yang salah dengan itu? Kalau apa yang dituliskannya salah, seseorang yang mengerti tentu dapat memberikan pengertian kepada yang bersangkutan tanpa harus menyeretnya ke hadapan polisi dengan tuduhan penodaan agama.

Bagi saya, imanmu imanmu, imanku imanku, bukan kitabmu kitabmu kitabku kitabku. Alkitab bagi saya bukan hanya “kitabku” tetapi kitab semua yang membacanya. Soal mengimaninya, itu urusan masing-masing dan masing-masing bebas mempunyai pemahaman masing-masing atas apa yang dibacanya.