Selasa, 13 Juni 2017

Liputan Uji Materi UU JPH

Berikut tautan yang tersedia mengenai Pengujian UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Perkara No. 5/PUU-XV/2017



Batasan Halal Tak jelas, Advokat Uji UU Jaminan Produk Halal


Penerapan UU Jaminan Produk Halal Digugat

 

 

Non-Muslim Group Against Halal Product Labeling Law - GRES.NEWS


Pemohon Uji UU Jaminan Produk Halal Ubah Petitum

 

 

Pemohon Uji UU Jaminan Produk Halal Ubah Petitum | Newswire.id


 

Pemohon Perbaiki Uji Ketentuan Batasan Produk Halal - Mahkamah ...


UJI MATERIIL UNDANG-UNDANG JAMINAN PRODUK HALAL DI MAHKAMAH KONSTITUSI


Pemerintah: UU Jaminan Produk Halal Dorong Daya Saing Produk ...

 

 Pemerintah: UU Jaminan Produk Halal Dorong Daya Saing Produk Nasional

 

 

Pemerintah: UU Jaminan Produk Halal Dorong Daya Saing Produk ..


 

Soal Gugatan atas UU JPH, Pihak Terkait IHW ... - Hidayatullah.com

5/PUU-XV/2017 - Mahkamah Konstitusi RI



Mahkamah Konstitusi RI

 

 

Mahkamah Konstitusi RI

 

 

IHW: Aturan Sertifikasi Halal Sudah Tepat

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=13789&menu=2


 

Siap Beri Pandangan, IHW Berharap MK Tolak Uji Materi UU JPH

https://nasional.sindonews.com/read/1208722/13/siap-beri-pandangan-ihw-berharap-mk-tolak-uji-materi-uu-jph-1495961023

 

IHW Nilai Pemohon Uji Materi UU Jaminan Produk Halal Keliru

https://nasional.sindonews.com/read/1208915/15/ihw-nilai-pemohon-uji-materi-uu-jaminan-produk-halal-keliru-1496034964

 

 

Soal Gugatan atas UU JPH, Pihak Terkait IHW Sebut Pemohon Keliru ...

 

 

Pemohon Uji Materi UU Jaminan Produk Halal Keliru


DPR kembali tidak hadiri sidang di MK | Indonesia Xpost

 

 

DPR kembali tidak hadiri sidang di MK - ANTARA News

 

 

DPR Kembali Tidak Hadiri Sidang di MK | mobile Harian88

 

 

Soal Gugatan atas UU JPH, Pihak Terkait IHW Sebut Pemohon Keliru

 

 

Nasional - Sidang Lanjutan Jaminan Produk Halal, MK akan Panggil ...

 

 

DPR kembali tidak hadiri sidang di MK

 

 

IHW : Aturan Sertifikasi Halal Sudah Tepat



Lagi, DPR Tak Hadiri Sidang di MK

 

Ikhsan Abdullah: Negara Berkewajiban Memberikan Perlindungqn Dan Jaminan Tentang Kehalalan Produk

 

 

Direktur Eksekutif Halal Watch: Pemohon Dinilai Keliru Dalam Menafsirkan UU JPH

 

 

PENGUJIAN UU NO.33/2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

 

 

UU Jaminan Produk Halal Digugat, IHW: Aturan Sertifikasi Halal Sudah Tepat


 

IHW Nilai Pemohon Uji Materi UU Jaminan Produk Halal Salah Paham

 

 

Pemohon Uji Materi UU Jaminan Produk Halal Keliru - Harian Terbit

 

 UU JPH Digugat ke MK, IHW: Pemohon Salah Persepsi


IHW: Aturan Sertifikasi Halal Sudah Tepat | Newswire.id

https://newswire.id/content/ihw-aturan-sertifikasi-halal-sudah-tepat

 

 

Uji Materi UU Jaminan Produk Halal di MK, DPR Tidak… - Industry.co.id

http://www.industry.co.id/read/9378/uji-materi-uu-jaminan-produk-halal-di-mk-dpr-tidak-hadir

 

 Pemohon Uji UU Jaminan Produk Halal Ubah Petitum

 

 UU Jaminan Produk Halal Digugat, IHW: Aturan Sertifikasi Halal Sudah Tepat


Jumat, 12 Mei 2017

Soal Lama

Di dunia maya kitab-kitab suci beredar secara bebas. Di toko buku, ambil contoh Gramedia, banyak di jual kitab suci. Al Qur’an, ALlkitab dan lain sebagainya. Di toko buku, Al Qur’an lebih menarik di bandingkan dengan Alkitab.. Berbagai  cara dikemas. Ada yang hanya dalam bahasa Arab dan terjemahannya, ada pula yang didampingi bacaannya dalam huruf Latin. Pokoknya dibuat sedemikian menarik. Harganya tentu bervariasi. ALKITAB di sisi lain, tidak banyak variasinya,  begitu-begitu saja. Tidak banyak pilihan, paling juga hanya soal ukuran saja yang beda.

Banyak orang berpandangan kitabmu kitabmu, kitabku kitabku. Seseorang dari agama lain, katakanlah saya yang Katolik, dianggap tidak layak mengomentari Al Qur’an, misalnya. Saya menjadi bingung mendengar yang semacam ini.  Di dunia maya dan toko buku tidak dibuat pembatasan bahwa yang dapat membaca dan melihat dan membeli Al Qur’an hanya kalangan Muslim. Atau Alkitab hanya boleh dibaca, dilihat, disentuh dan dibeli oleh orang-orang Kristen. Dalam berbagai versi Al Qur’an dan Alkitab yang saya lihat di toko tidak ada satu penyusunpun yang membuat deklarasi bahwa Al Qur’an atau Alkitab yang bersangkutan hanya dapat dibaca, dilihat, dibeli dan dikomentari oleh yang Muslim atau yang Kristen.

Kalau orang Kristen keberatan penganut agama lain mengomentari atau menafsirkan Alkitab, yang dijual atau beredar  secara bebas, saya pikir Pihak Gereja harusnya tidak mengijinkan peredaran Alkitab  secara bebas. Demikian juga dengan kalangan Muslim.   Kalau berkeberatan orang-orang non muslim mengomentari dan menafsirkan  Al Qur’an, janganlah dijual dan diedarkan secara bebas. Kan di toko buku bisa dibuat batasan dan ,jika perlu,  untuk membeli Al Quran atau Alkitab harus menunjukkan kartu identitas.

Bagi saya, ketika suatu tulisan, apakah sekedar status di facebook, apakah artikel di Koran, buku, termasuk Kitab Suci, sudah menjangkau orang lain secara bebas maka orang lain itu bebas mengomentari dan menafsirkannya tanpa mempersoalkan asal -usulnya. Misalnya, seseorang membeli Alkitab di toko lalu membacanya dan menuliskan apa yang dipahamnya tentang apa yang dibacanya dan menerbitkannya, katakan di facebook. Apa yang salah dengan itu? Kalau apa yang dituliskannya salah, seseorang yang mengerti tentu dapat memberikan pengertian kepada yang bersangkutan tanpa harus menyeretnya ke hadapan polisi dengan tuduhan penodaan agama.

Bagi saya, imanmu imanmu, imanku imanku, bukan kitabmu kitabmu kitabku kitabku. Alkitab bagi saya bukan hanya “kitabku” tetapi kitab semua yang membacanya. Soal mengimaninya, itu urusan masing-masing dan masing-masing bebas mempunyai pemahaman masing-masing atas apa yang dibacanya.  

Kamis, 27 April 2017

KEAMANAN DAN KEMENTERIAN KEAMANAN



PILGUB DKI, yang disebut PILKADA RASA PILPRES, barus saja usai. Para pemenang bergembira ria dengan kemenangannya, Petahanan yang kalah dengan kebesaran hati menerima kekalahannya. Dari segi keamanan kita dapat menyebut kemenangan aparat keamanan juga karena keberhasilannya meredakan suasana yang tegang dan PILGUB DKI berlangsung aman. Tentu tidak ada yang tahu apa yang terjadi di masa yang akan datang. Keadaan politik akan berkembang sedemikian rupa dengan mengingat PILKADA 2018 dan PILEG DAN PILPRES 2019. Juga ada momen ASIAN GAMES 2018 yang tidak kalah penting, setidaknya dari perspektif keamanan. Namun seberapa jauh aspek keamanan ini akan tetap terpelihara dengan baik dan bagaimana urusan kebijakan dan pelaksanaan keamanaan dapat berjalan seiring untuk mengamankan Indonesia masih perlu suatu kajian. Thomas Hobbes mengatakan bawha keamanan masyarakat adalah hukum tertinggi.

Ada saya perhatikan suatu hal yang ganjil antara perundang-undangan yang berlaku dengan kenyataan sepanjang menyangkut urusan keamanan terutama karena tidak adanya kementerian keamanan. Kementerian Keamanan, nomenklaturnya,  tidak secara tegas disebutkan dalam UUD 1945 tetapi UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyebutkan adanya Kementerian yang mengurusi Keamanan. Tiga Kementerian yang secara tegas disebut dalam UUD 1945 adalah Kementerian Luar Negeri, Pertahanan, dan Dalam Negeri. Meskipun dalam UUD 1945 Menteri Pertahanan tegas disebutkan tetapi urusan pertahahan dan keamanan disebutkan senafas dalam BAB XII Pasal 30 ayat (1) dan (2) UUD 1945, yang berbunyi:

BAB XII
PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA
Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.

Ayat (3) dan (4) dari Pasal 30 UUD 1945 memisahkan urusan pertahanan dan keamanan berdasarkan alat dimana TNI alat Negara dalam bidang pertahanan dan kepolisian sebagai alat Negara dalam bidang keamanan dan ketertiban.

Dalam perjalanan kemudian, Indonesia memiliki UU Pertahanan, UU TNI, dan Kementerian Pertahanan sedangkan UU Keamanan tidak ada,  demikian juga Kementerian Keamanan tidak ada tetapi hanya ada UU POLRI.

Pasal 4 dan 5 UU Kementerian Negara kemudian mengikuti memisahkan antara urusan pertahanan dan keamanan. Pasal 4 ayat  (1) dan (2) menentukan:
(1) Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
(2) Urusan tertentu dalam pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. urusan pemerintahan yang nomenklatur Kementeriannya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
c. urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program
pemerintah.

Pasal 5 menentukan:

(1) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.
(2) Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.
(3) …………


Suatu hal yang akan terasa ganjil karena tidak adanya Kementerian Keamanan adalah mengingat fungsi kementerian keamanan, yaitu:
Pasal 8
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;
c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya; dan
d. pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian yang melaksanakan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;
c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya;
d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervise atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah; dan
e. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

Dengan melihat pada ketentuan Pasal 8 tersebut, mestinya fungsi keamanan lebih luas dari fungsi pertahanan. Namun pada kenyataannya, sebagaimana sudah disebutkan di atas, urusan keamanan seperti dianggap tidak sepenting urusan pertahanan dan yang lain-lainnya.


Kementerian Keamanan

Saya pikir setiap orang menyadari bahwa urusan keamanan bukanlah urusan yang mudah. Menjadikan urusan keamanan sebagai semata-mata urusan kepolisian bukan juga suatu hal yang bijak. Perlu ada pemisahan antara pembuat kebijakan dengan eksekutor. Apakah yang dimaksud dengan system keamanan rakyat semesta yang dilakukan oleh POLRI? Saya tidak melihat adanya konsepsi system keamanan rakyat semesta, sebagaimana disebut dalam Pasal 30 ayat (2) UUD 1945 tersebut.  Saya tidak mengatakan bahwa selama ini urusan keamanan tdak tertangani dengan baik, hanya ke depan menurut saya akan lebih baik jika masalah keamanan lebih tertangani secara komprehensif dan lebih tajam lagi. Kecenderungan pemerintah daerah mempunyai polisinya sendiri, yang disebut sebagai pamong praja merupakan suatu indikasi bahwa ada yang tidak beres dengan urusan keamanan ini.

Sebagaimana sudah disebut di atas tadi, adanya kementerian yang mengurusi keamanan tegas disebutkan dalam Pasal 4 dan 5. Pasal 9 ayat (3) UU Kementerian Negara malah memberikan keistimewaan kepada beberapa kementerian, termasuk kementerian keamanan yang menyatakan:
(3) Kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) juga memiliki unsur pelaksana tugas pokok di daerah. 

Pasal 6 UU Kementerian Negara menyatakan bahwa “Setiap urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tidak harus dibentuk dalam satu Kementerian tersendiri.” Namun mengingat ketentuan dalam Pasal 9 ayat (3) kementerian keamanan perlu ada. Menggabungkannya ke dalam Kementerian Dalam Negeri atau Kementerian Pertahanan saya pikir tidak dapat dilakukan karena Pasal 17 UU Kementerian Negara sudah menentukan bahwa “Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tidak dapat diubah oleh Presiden.” Pasal 12 berbunyi: “Presiden membentuk Kementerian luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Hal yang mungkin menggabungkannya dengan kementerian Hukum dan HAM. Namun saya melihat, walaupun layak (appropriate) tetapi tidaklah efektif menempatkan urusan keamanan bersama dengan urusan hukum dan HAM mengingat hal-hal yang khusus dari keamanan. Saya pikir membuat kementerian keamanan tersendiri lebih masuk akal,