Sabtu, 04 September 2010

Pidato Presiden Soal Malaysia

Presiden sudah menyampaikan pidato menganai hubungan dengan Malaysia. Banyak kalangan menganggap pidato tersebut mengecewakan. Pandangan yang menyatakan demikian tentu dibangun di atas keinginan agar Indonesia bersikap tegas dan bila perlu melakukan unjuk kekuatan kepada Malaysia agar Malaysia mengambil sikap yang lebih menghargai Indonesia. 

Apa yang disampaikan oleh Presiden saya kira tidak terlalu mengejutkan dan memang terkesan datar. Presiden hanya mengemukakan fakta-fakta yang semua politisi juga mengetahuinya. Permasalahan yang dihadapi, sebagaimana dinyatakan Presiden, adalah "Selain masalah TKI dan perlindungan WNI, kita juga kerap menjumpai masalah yang terkait dengan perbatasan kedua negara." Namun demikian, Presiden memaparkan penyelesaian yang elegan terhadap masalah yang dihadapi. Presiden tidak menggebu-gebu terbakar oleh bara panas yang disebabkan sikap Malaysia.  Mengenai Penyelesaian permasalahan yang terjadi belakangan, Presiden menyatakan:

"Belajar dari pengalaman ini, pemerintah Indonesia berpendapat bahwa solusi yang paling tepat untuk mencegah dan mengatasi insiden-insiden serupa adalah, dengan cara segera menuntaskan perundingan batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia. Perundingan ini menyangkut batas wilayah darat dan batas wilayah maritim, termasuk di wilayah selat Singapura, dan perairan Sulawesi, atau perairan Ambalat.

Indonesia berpendapat bahwa perundingan menyangkut batas wilayah ini dapat kita percepat dan kita efektifkan pelaksanaannya. Semuanya ini berangkat dari niat dan tujuan yang baik, agar insiden-insiden serupa yang akan mengganggu hubungan baik kedua bangsa dapat kita cegah dan tiadakan. Saya sungguh menggaris-bawahi, sekali lagi, agar proses perundingan yang akan segera diteruskan oleh kedua pemerintah benar-benar menghasilkan capaian yang nyata"

Pada bagian penutup pidatonya Presiden menyatakan:

"Cara kita menangani hubungan Indonesia – Malaysia akan disimak dan diikuti oleh negara-negara sahabat di kawasan Asia, bahkan oleh dunia internasional. Selama ini sebagai Pendiri ASEAN, Indonesia sering dijadikan panutan di dalam menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi di kawasan, maupun di belahan bumi yang lain. Oleh karena itu, marilah seraya kita tetap memperjuang-kan kepentingan nasional kita, karakter dan peran internasional Indonesia yang konstruktif, dan dengan semangat untuk memelihara perdamaian, terus dapat kita jaga.

Terakhir, insiden yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia baru-baru ini akan kita tuntaskan penyelesaiannya. Indonesia akan terus mendorong Malaysia untuk benar-benar menyelesaikan perundingan batas wilayah yang sering memicu terjadinya insiden dan ketegangan. Dengan demikian, dengan dapat dicegahnya ketegangan dan benturan-benturan yang tidak perlu, saya yakin permasalahan, hubungan baik dan kerjasama bilateral antara Indonesia –Malaysia akan berkembang lebih besar lagi.

Ke depan dalam hubungan antar bangsa yang lebih luas, kita harus terus menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah kita, dan terus membangun diri menjadi negara yang maju, sejahtera, dan bermartabat, dengan tetap menjaga hubungan baik dan kerjasama dengan negara-negara sahabat."

Apa yang dinyatakan Presiden tentu sangat menggembirakan dimana Presiden tidak memilih cara konfrontasi. Saya melihat bahwa langkah yang diambil Indonesia bukan sesuatu yang memalukan tetapi justru mengedepankan penyelesaian yang bermartabat. 

Perlu dicatat bahwa Pidato Presiden disampaikan di Markas TNI di Cilangkap. Tentu penyampaian pidato di Cilangkap menunjukkan aspek yang lain dan perlu mendapat catatam khusus. Penyelesaian yang bermartabat, sebagaimana dikedepankan oleh Presiden, disampaikan di hadapan para tentara. Presiden menunjukkan bahwa jika harapan akan penyelesaian yang bermartabat tidak dihargai oleh Malaysia maka Presiden sudah mempersiapkan Tentara untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan terburuk. Sikap Presiden merupakan sikap lembut terakhir yang akan dikemukakannya dan selanjutnya jika Malaysia masih "ngeyel" maka TNI sudah dipersiapkan untuk mengefektifkan perundingan dengan Malaysia dengan cara-cara yang lain. 

Pidato Presiden menunjukkan bahwa Indonesia menjalankan upaya-upaya diplomasi ditambah dengan cara-cara lain dimana TNI diberitahu untuk mengatasi keadaan yang terburuk. Saya tidak melihat Presiden takut atau memble menghadapi Malaysia. Pidato yang lembut itu mengandung gemuruh yang akan membuat Malaysia berpikir panjang menghadapi kemarahan yang lebih besar dari Indonesia. Kita tidak cukup hanya membaca isi pidato tersebut tetapi juga melihat keadaan dan semangat yang melandasinya dimana Presiden memilih Cilangkap sebagai tempat untuk menyampaikannya.



Minggu, 15 Agustus 2010

Muncul Lagi: Liburan Sekolah di Simalungun

Sudah lama blog ini tidak diisi. Ini karena berbagai kesibukan mengurusi sekolah dan juga akses internet yang terbatas di Tanah Jawa. Saat ini saya di Jakarta mengisi liburan lebaran yang sangat panjang.

Pemerintah Kabupaten Simalungun menetapkan liburan sekolah dari tanggal 9 agustus 2010 sampai dengan 21 September 2010. Tidak sepenuhnya jelas pertimbangan-pertimbangan apa yang ada di benak pengambil keputusan untuk menetapkan liburan yang sangat panjang ini. Tentu memang ada masa berpuasa dan ada juga Pemilihan Kepala Daerah yang direncanakan tanggal 26 Agustus 2010 di Kabupaten Simalungun. Tampaknya hal ini hanya terjadi di Kabupaten Simalungun. Saya melihat di Jakarta hal seperti ini tidak terjadi. Anak saya yang sekolah di sekolah pemerintah hanya libur tiga hari di awal puasa dan sudah mulai bersekolah kembali.

Beberapa sekolah yang bernuansa keagamaan memang memang memutuskan untuk tetap sekolah beberapa minggu. Namun persoalan transportasi menjadi persoalan. Kalau siswa tidak diliburkan, khawatir angkutan tidak ada sehingga siswa tidak terangkut ke sekolah. Tentu terdapat alasan-alasan lain untuk meliburkan sekolah, seperti pemanfaatan tenaga siswa oleh orang tua untuk membantu aktivitas pertanian. Siswa-siswi di SMP Karya Bakti Tanah Jawa rata-rata berasal dari keluarga petani. 


Sabtu, 06 Februari 2010

Menuju Pansus Hak Menyatakan Pendapat

Dalam tulisan terdahulu mengenai Hak Angket, saya menulis bahwa muara dari hak angket adalah pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Kalau DPR menggunakan hak angketnya, DPR sudah mempunyai gambaran bahwa pada instansi terakhir dari proses terdapat kemungkinan akan adanya proses pemakzulan. Namun untuk sampai pada pemakzulan, setelah angket, masih ada proses yang harus ditempuh yang dapat dikatakan berliku. Setelah angket, jika harus sampai pada muaranya, harus ada pansus yang lain yaitu pansus hak menyatakan pendapat. Ini terjadi karena proses angket, menurut UU No. 27 tahun 2009 tentang MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH, diakhiri dengan ‘dugaan’. Hasil akhir dari Pansus hak Angket tidak bersifat final tetapi merupakan dugaan atau indikasi.

Output dari Pansus Hak Angket

Pasal 181 ayat (1) UU No. 27 tahun 2009 hanya menentukan bahwa Panitia Angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Rapat Paripurna DPR paling lama 60 hari sejak dibentuknya panitia angket. Tidak disebutkan mengenai apa isi laporan. Apakah laporan itu hanya berisi deskripsi pelaksanan tugas ataulkah laporan itu ada kesimpulan dan atau rekomendasi tidak jelas. Namun demikian Pasal 182 ayat (1) menentukan bahwa apabila rapat paripurna DPR memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat. Jadi disini kita melihat bahwa Pansus dalam laporannya membuat kesimpulan mengenai ada tidaknya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Hanya itulah yang dihasilkan Pansus dan selanjutnya yang mengambil keputusan mengenai tindak lanjut dari laporan adalah menjadi wewenang dari Rapat Paripurna DPR.

Pansus dengan demikian sudah harus mencukupkan diri untuk sekedar membuat kesimpulan dalam Laporannya dan jika DPR memutuskan bahwa kesimpulan Pansus ini dapat dipertanggungjawabkan maka DPR memutuskan untuk menyatakan bahwa DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat. Jadi sekali Pansus selesai membuat laporannya dan kemudian Rapat Paripurna memutuskan bahwa DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat maka proses angket selesai. Perlu dicatat bahwa Rapat Paripurna tidak memutuskan soal kebenaran dari Laporan Pansus Angket tersebut. Rapat Paripurna DPR hanya memutuskan bahwa DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat tetapi belum dapat menggunakan hak menyatakan pendapatnya ke Mahkamah Konstitusi.

PANSUS Hak Menyatakan Pendapat

Setelah Rapat Paripurna DPR memutuskan bahwa DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat maka harus dimulai suatu proses baru, yaitu usulan menggunakan hak menyatakan pendapat. Pasal 184 ayat (1) UU No. 27 tahun 2009 menentukan bahwa hak menyatakan pendapat diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR. Mengenai jumlah anggota yang mengusulkan ini, sama dengan usulan menggunakan hak angket, yaitu sama-sama paling seedikit 25 orang. Namun ada perbedaan dimana dalam usulan menggunakan hak angket, pengusul harus lebih dari 1 fraksi, sedangkan untuk hak menyatakan pendapat tidak ada ketentuan mengenai fraksi. Hal ini berarti bahwa 25 orang anggota DPR yang mengusulkan hak menyatakan pendapat cukup dari 1 fraksi saja.

Usulan untuk menggunakan hak menyatakan pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (2), disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya materi atau bukti yang sah atas dugaan adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Perlu segera dicatat dari ketentuan Pasal 184 ayat (2) itu bahwa, pertama, hasil dari Pansus Bank Century masih dugaan. Belum sesuatu yang bersifat final bahwa sudah ada pelanggaran. Jadi isi dari Laporan Pansus Hak Angket Bank Century nanti bukanlah suatu kepastian bahwa sudah ada pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, tetapi masih bersifat dugaan. Kedua, harus menyertakan materi dan bukti yang sah akan adanya dugaan pelanggaran. Menjadi persoalan, apakah bukti-bukti dan material yang dihasilkan oleh Pansus Bank Century itu adalah sah. Kita melihat bahwa banyak dokumen yang berseliweran di Pansus. Menjadi pertanyaan apakah bukti-bukti yang dikumpulkan oleh Pansus tersebut merupakan bukti yang sah apa bukan. Kemudian, jika kita melihat material yang dihasilkan oleh Pansus seperti ketika meminta keterangan dari para saksi dan ahli, apakah material itu dapat disebut sah. Sebagai contoh soal pemeriksaan yang seharusnya dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan tetapi sepanjang pemeriksaan Pansus berlangsung, tidak ada satupun berita acara yang dibuat (lihat ANGKET TANPA BAP: CACAT HUKUM YANG LAIN PANSUS BANK CENTURY). Apakah hal ini merupakan material yang sah? :Lalu pemeriksaan yang dilakukan secara terbuka, bukankah hal ini bertentangan dengan UU Angket yang menyatakan bahwa pemeriksaan harus dilakukan secara tertutup? Lihat PEMERIKSAAN PANSUS MESTINYA DALAM RAPAT TERTUTUP: ADA PELANGGARAN HUKUM.

Usulan menyatakan pendapat sebagaimana disebut diatas, sesuai dengan Pasal 184 ayat (3), baru menjadi hak menyatakan pendapat DPR apabila disetujui dalam Rapat Paripurna DPR yang harus dihadiri paling sedikit ¾ jumlah Anggota DPR dan harus disetujui paling sedikit ¾ jumlah Anggota yang hadir. Jika usulan diterima maka dibentuk Pansus dan jika ditolak usulan tidak dapat diajukan kembali. Para komentator biasanya berhenti sampai disini dan menyatakan hampir tidak mungkin hak menyatakan pendapat diajukan mengingat anggota Partai democrat berjumlah lebih dari ¼ dari anggota DPR sehingga kalau anggota Dewan dari Partai Demokrat tidak hadir dalam pengambilan keputusan menyangkut hak angket ini maka tidak akan tercapai kuorum dan hak menyatakan pendapat tidak pernah akan menjadi hak menyatakan pendapat DPR. OK-lah kalau begitu. Tentu kalau sudah berhitung suara maka hampir dapat dipastikan bahwa pekerjaan Pansus Bank Century yang sekarang tengah berlangsung adalah pekerjaan yang sia-sia. Namun sebagai pembelajaran lanjutan tentu kita tidak akan mencukupkan diri sampai disitu saja. Kita perlu melihat lebih jauh proses menuju pemakzulan sesuai temuan Pansus Bank Century.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 185 ayat (2), apabila DPR menyetujui hak menyatakan pendapat maka dibentuk Panitia Khusus. Pansus ini mungkin akan disebut sebagai Pansus Hak Menyatakan Pendapat. Pansus ini akan terdiri dari unsure semua fraksi di DPR. Pansus ini harus melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Rapat Paripurna DPR paling lama 60 hari sejak pansus dibentuk. Keputusan menyangkut hasil Pansus ini diambil dalam Rapat Paripurna DPR. Disini kita melihat kembali bahwa Pansus baru harus dibentuk. Undang-undang tidak menentukan apa yang harus dikerjakan oleh Pansus. Namun demikian, dapat disimpulkan dari kata-kata dalam Pasal 184 ayat (2) yang sudah disebutkan di atas, bahwa hasil Pansus Century masih merupakan dugaan. Pansus hak menyatakan pendapat ini tentu akan melakukan pemantapan yang akan memperkuat dugaan sebagai hasil dari Pansus Bank Century.

Acara yang digunakan dalam Pansus Hak menyatakan Pendapat belum jelas diatur. Tidak seperti angket yang ada undang-undang tersendiri, yaitu UU No. 6 tahun 1954, Pansus Hak menyatakan pendapat tidak ada undang-undang yang mengatur acaranya. Maka DPR perlu membuat aturan-aturan yang haruis ditempuh dalam melaksanakan hak menyatakan pendapat ini.

Dalam hal Rapat Paripurna memutuskan menerima Laporan Panitia Khusus maka DPR menyampaikan keputusan tentang hak menyatakan pendapat kepada Mahkamah Konstitusi (Pasal 187 ayat (2). Dalam hal DPR menolak maka hak menyatakan pendapat tersebut dinyatakan selesai dan tidak dapat diajukan kembali. Rapat Paripurna untuk memutuskan hal ini harus dihadiri oleh 2/3 dari jumlah Anggota DPR dan disetujui sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir. Setelah proses itulah hak menyatakan pendapat DPR disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi.

Penutup

Sangat disayangkan bahwa para inisiator dari Hak Angket Bankl Century dan Para Anggota DPR secara keseluruhan, dan secara khusus Pansus Angket Bank Century tidak mempertimbangkan dengan baik mengenai hasil yang akan dicapai dari angket ini. JIka sekiranya dari awal mereka memperhatikan aturan-aturan yang harus ditempuh dalam penggunaan hak-hak DPR maka saya berkeyakinan DPR tidak akan meloloskan hak angket ini. Namun sebagian Anggota Pansus Bank Century telah melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji untuk menyiasati ketentuan penggunaan hak-hak DPR dimana pada awal Pansus, Pansus mencoba sirkus politik denga merekomendasikan penonaktifan Wakil Presiden Boediono. Mantan Gubernur BI, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Mantan ketua KSSK. Setelah tidak diterimanya rekomendasi tersebut, pekerjaan Pansus sudah berakhir dan kelihatan bahwa Pansus hanya membuang-buang waktu dan uang saja.

Selasa, 02 Februari 2010

PANSUS - Langkah berikutnya

Tampaknya upaya menghalau Sri Mulyani Indrawati (SMI) dari kursi kabinet tidak berhasil. Rencana A gagal. Para penggagasnya tampak menginginkan agar SMI terjungkal tanpa pertolongan dari Presiden. Pada gilirannya, karena sakit hati, mereka berpikir, SMI akan menyanyi dan membuka apa yang sebenarnya terjadi dalam proses bail-out Bank Century. Tetapi SMI tergolong kukuh. Tak mudah untuk mengenyahkannya dengan segudang prestasi yang sudah ditorehkannya, termasuk pembersihan di kementriannya, yang telah membuat era lama usai. Banyak warga masyarakat mendukung, termasuk melalui sebuah Group di facebook bernama KAMI PERCAYA INTEGRITAS SRI MULYANI INDRAWATI!

Rencana selanjutnya yang hendak dijalankan adalah mengarahkan serangan langsung kepada Presiden. Dua langkah sekaligus dijalankan. Pertama meminta dokumen rapat KSSK. Sedemikian alotnya untuk mendapatkan dokumen yang diharapkan sehingga PANSUS merasa perlu menyambangi Mahkamah Agung dan meminta fatwa. Selanjutnya, direncanakan, mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menyalin dokumen yang diharapkan. Disini menjadi persoalan sesungguhnya, siapa yang menguasai dokumen yang diharapkan Pansus tersebut, yaitu dokumen rapat KSSK. KSSK sudah bubar seiring dengan tidak adanya persetujuan atas PERPU tentang JPSK. Dengan sudah tidak adanya KSSK lalu siapa yang berkuasa atas dokumen-dokumen tersebut. Apakah Kementerian Keuangan atau Bank Indonesia? Menteri Keuangan sudah barang tentu tidak dapat mengeluarkan dokumen KSSK karena dokumen KSSK adalah dokumen KSSK dan bukan dokumen Kementerian Keuangan. Demikian juga dengan BPK tidak berwenang mengeluarkan dokumen tersebut kepada pihak lain. Pengadilan juga tidak dapat memerintahkan penyalinan dokumen tersebut karena tidak ada pemiliknya. Maka permintaan untuk mendapatkan dokumen itu seyogyanya diajukan kepada Presiden. Kedua meniupkan issu pemakzulan Presiden. Issu pemakzulan ini memang issu yang seksi. Banyak pihak sudah memberikan komentarnya meskipun sumbang tetapi tetap lepas dan nyaring bunyinya.

Para penggagas tampak sudah merasa mengetahui apa yang terjadi sebenarnya dan sudah mendapatkan dokumen yang diharapkannya. Namun perlu formalitas. Mendapatkan bukti secara tidak sah akan mengakibatkan cacat hukum dalam proses pada Pansus.

Soal pemakzulan sendiri jauh panggang dari api. Pansus sendiri dibentuk secara inkonstitusional dan dalam prosesnya juga melanggar undang-undang. Sebagaimana pernah saya tulis, Hak Angket tidak dapat dilakukan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan/kebijakan yang diambil oleh pemerintahan yang sudah berlalu dan dengan adanya Pansus Hak Angket sekarang sudah menunjukkan bahwa Pansus itu inkonstitusional. Demikian juga dalam proses, menurut UU No. 6 tahun 1954 penyelidikan harus dilakukan dalam sidang tertutup ternyata dilangsungkan dalam sidang terbuka dan disiarkan secara langsung oleh televisi. Demikian juga dalam penyelidikan tidak dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan. Menurut UU No. 6 tahun 1954, seharusnya dibuatkan BAP. Demikian juga pemeriksaan ahli, kita melihat bahwa ada ahli yang dipanggil hanya dalam waktu 2 jam sebelumnya. Menurut UU harus dipanggil 7 hari sebelum dimintai keterangannya.

Saya melihat tidak ada suatu halpun yang dapat menjadi pintu bagi upaya pemakzulan Presiden dan/atau wakil Presiden dari kasus Bank Century ini. Pelanggaran yang menjadi persoalan, keseluruhannya dilakukan pada masa pemerintahan SBY-JK. Bahwa ada pelanggaran hukum, yang mungkin masuk dalam ranah Tindak Pidana Korupsi, itu harus diselesaikan terlebih dahulu pada pengadilan yang berwenang. Maka sangatlah absurd gagasan untuk memakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Minggu, 17 Januari 2010

ANGKET TANPA BAP: CACAT HUKUM YANG LAIN PANSUS BANK CENTURY

Semakin hari pemeriksaan di PANSUS BANK CENTURY semakin jauh dari yang diharapkan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak banyak yang mengenai sasaran. Perlakuan PANSUS juga berbeda terhadap saksi yang satu dengan yang lain. Pemeriksaan yang cacat hokum ini, yang seharusnya dilakukan dalam rapat-rapat tertutup, memang meninggalkan pertanyaan apa sebenarnya yang diharapkan dari PANSUS ini. Tampak bagi saya tidak ada keseriusan dari PANSUS untuk melakukan pemeriksaan sesuai dengan maksud diberikannya hak angket kepada DPR.


Saya melihat ada cacat hokum yang lain dalam pemeriksaan dalam PANSUS, yaitu bahwa saksi-saksi yang diperiksa dalam PANSUS BANK CENTURY melenggang begitu saja setelah pemeriksaan selesai. Keterangan-keterangan yang diberikan tidak dicatatkan dan tidak diberi kesempatan bagi saksi untuk memeriksa dan menandatangani keterangan-keterangan yang diberikannya dalam pemeriksaan. Padahal seorang saksi kemungkinan diperiksa tidak hanya sekali. Lihat Bapak Boediono sudah diperiksa dua kali. Malah ada rencana dari PANSUS untuk melakukan cross check terhadap saksi-saksi dan akan dihadapkan pada saat yang sama dalam pemeriksaan. Lalu kalau hal itu terjadi, apa bahan bagi saksi dalam pemeriksaan lanjutan. ANggota-anggota PANSUS mungkin akan bertanya kepada saksi yang diperiksa kedua kalinya: “Dalam pemeriksaan yang lalu, Saudara saksi menyatakan bla…bla..bla…Mengapa sekarang Saudara saksi menyatakan begini?” Seorang saksi boleh jadi mengingkari apa yang pernah dinyatakannya dalam pemeriksaan sebelumnya. Lalu apa yang menjadi pegangan bagi saksi dan Anggota PANSUS? Apakah rekaman yang harus diperdengarkan atau rekaman dari siaran televise atau document elektronik yang tersedia di dunia maya.

Dalam pemeriksaan-pemeriksaan di PANSUS, Pimpinan PANSUS selalu memberikan rujukan terhadap UU No. 6 tahun 1954. UU ini mengatur acara dalam rangka pemeriksaan dalam angket. Menyangkut keterangan-keterangan yang diberikan saksi dalam pemeriksaan, Pasal 7 ayat (2) UU itu menentukan:


(2) Catatan tertulis dari keterangan-keterangan atau berita-berita yang diberikan oleh saksi atau ahli dibacakan kepada mereka atau diberikan kepadanya untuk dibacanya dan sesudahnya ditanda tangani oleh saksi atau ahli yang bersangkutan. Dalam hal saksi atau ahli itu tidak dapat menulis maka catatan tersebut dibubuhi cap jempol.

Penjelasan Pasal 7 menyatakan:

Pada ayat 2 ditetapkan bahwa catatan tertulis dari keterangan-keterangan atau berita-berita yang diberikan oleh saksi-saksi atau ahli-ahli harus ditanda tangani mereka, supaya pada kemudian hari mereka tak dapat memberi keterangan-keterangan yang bertentangan atau berlainan dengan keterangan semula.



Ketentuan dalam Pasal 7 ayat (2) ini sudah jelas merupakan suatu norma yang harus ditaati. Terserah mau menyebut apa, apakah Berita Acara atau risalah atau notulen, yang jelas keterangan-keterangan atau berita-berita yang diberikan saksi, dalam bentuk tertulis tersebut harus dibacakan atau diberikan kepadanya untuk dibacanya dan sesudahnya ditandatangani oleh saksi atau ahli yang bersangkutan. Jadi dalam pemeriksaan ada sesi meminta keterangan, membaca catatan tertulis dari keterangan-keterangan atau berita-berita yang diberikan oleh saksi, dan penandatangan oleh saksi atas catatan-catatan tertulis dari keterangan-keterangan atau berita-berita yang diberikan oleh saksi.

Ketiadaan catatan-catatan tertulis tersebut membuat pemeriksaan dalam PANSUS menjadi cacat hokum dan menjadi sia-sia. Para Anggota PANSUS sudah membuang-buang waktu secara percuma, bukan hanya waktu dari PANSUS tetapi juga para saksi dan warga masyarakat. Hal ini menunjukkan juga PANSUS tidak dipersiapkan dengan baik dan bekerja di luar aturan yang sudah ditetapkan buat mereka. Menyedihkan bahwa Para Anggota PANSUS tidak mentaati undang-undang. Bagaimana mereka dapat menyelidiki dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan dengan cara-cara yang melanggar peraturan perundang-undangan. Ini sama saja dengan maling memeriksa pengambil keputusan (otoritas yang berwenang) dengan cara-cara maling.



Ketiadaan BAP atau catatan-catatan tertulis ini, melengkapi cacat hokum lain yang sudah saya tulis sebelumnya, seperti inkonstitusionalitas dari PANSUS (Lihat tulisan saya HAK ANGKET ) dan soal pemeriksaan yang seharusnya dilakukan dalam rapat tertutup tetapi dalam kenyataannya dilakukan secara terbuka (PEMERIKSAAN PANSUS MESTINYA DALAM RAPAT TERTUTUP: ADA PELANGGARAN HUKUM ) .

Tulisan ini juga tersedia di Facebook saya di http://www.facebook.com/paustinus

Kamis, 14 Januari 2010

PEMERIKSAAN PANSUS MESTINYA DALAM RAPAT TERTUTUP: ADA PELANGGARAN HUKUM

Pemeriksaan oleh PANSUS terhadap saksi-saksi dalam kasus Bank Century dilakukan secara terbuka. Banyak yang hadir menyaksikan pemeriksaan tersebut dan diliput secara luas oleh mass media baik cetak maupun elektronik. Segala keterangan yang diberikan dengan cepat terpublikasi. Siaran langsung oleh media elektronik terutama dalam hal ini televise dan yang diikuti pula komentatior-komentator yang seolah-olah menggiring opini public kea rah tertentu, menjadi tontonan sehari-hari. Kita juga juga melihat pada saat pemeriksaan saksi-saksi, ada Anggota Pansus tertentu yang memberikan opini-opini di televise seperti yang dilakukan oleh Hendrawan Supratikno, Ganjar Pranowo, Bambang Soesatya, dan mungkin yang lain-lain yang tidak terpantau oleh saya.


Menjadi konsern dalam tulisan ini adalah bagaimanakah pemeriksaan-pemeriksaan itu harus dilakukan. Apakah dilakukan secara terbuka ataukah secara tertutup.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH tidak secara khusus mengatur mengenai tata cara pemeriksaan Angket ini. Pasal 406 UU tersebut menentukan:



“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai MPR, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan ketentuan undang-undang lainnya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini atau tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini.”



Berhubung tata cara Angket tidak diatur secara khusus maka ketentuan dalam UU yang lama masih berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 TENTANG PENETAPAN HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. UU yang diberlakukan pada masa berlakunya UUDS 1950, dimana system parlementer berlaku, mengatur detail mengenai Angket. Dalam pemeriksaan-pemeriksaan saksi-saksi kasus Bank Century, Pimpinan Pansus selalu memberikan rujukan pada UU No. 6 tahun 1954 ini. Bagaimana ketentuan mengenai pemeriksaan? Pasal 23 UU No. 6 tahun 1954 berbunyi:.

Pasal 23

(1) Segala pemeriksaan oleh Panitia Angket dilakukan dalam rapat tertutup.


(2) Anggota-anggota Panitia Angket wajib merahasiakan keterangan-keterangan yang diperoleh dalam pemeriksaan, sampai ada keputusan lain yang diambil oleh rapat pleno tertutup Dewan Perwakilan Rakyat yang diadakan khusus untuk itu.

Ayat (1) Pasal 23 itu secara jelas-jelas menyebut bahwa segala pemeriksaan dilakukan dalam rapat tertutup. Lalu mengapa PANSUS mengadakan rapat terbuka dan dapat disaksikan/didengar oleh setiap orang secara langsung di televise atau mungkin radio dan sarana-sarana informasi lain, yang mungkin ada. Keterangan-keterangan yang diberikan dalam pemeriksaan termasuk rahasia karena Anggota-anggota Panitia Angket wajib merahasiakan keterangan-keterangan yang diperoleh dalam pemeriksaan sampai ada keputusan lain yang diambil oleh rapat pleno tertutup oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang diadakan khusus untuk itu. Perlu diperhatikan bahwa bukan Panitia Angket yang memutuskan dapat tidaknya keterangan yang didapatkan dalam pemeriksaan untuk dibuka tetapi DPR.

PANSUS ANGKET Kasus Bank Century ini dibentuk untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan/kebijakan tetapi dengan cara-cara yang melanggar hukum. Perilaku dari Anggota PANSUS yang mengajukan pertanyaan dengan cara-cara yang kurang pas yang dalam banyak hal berusaha memojokkan saksi dan menggiring saksi untuk memberikan keterangan sesuai dengan yang diinginkan oleh Anggota PANSUS yang bersangkutan telah membuat banyak saksi tidak memberikan keterangan yang diharapkan. Rapat yang bersifat terbuka dan perilaku dari para Anggota Dewan yang bak selebritis memeberikan opini-opini mengenai pemeriksaan dalam PANSUS tentu saja membuat saksi menjadi gerah untuk memberikan keterangan dalam pemeriksaan. Hanya Ibu Sri Mulyani (Mantan Ketua KSSK) yang mau memberikan keterangan secara panjang lebar di pemeriksaan. Apa yang dilakukan Ibu Sri Mulyani tentu dapat dipandang dari sisi lain sebagai sedang memberikan kuliah bagi PANSUS.

Banyak Anggota PANSUS dan tentu juga masyarakat menyayangkan para saksi yang tidak mau memberikan keterangan. Per aturan, saksi-saksi tersebut dapat dihukum karena tidak memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya. Namun karena pemeriksaan melanggar hokum, dimana seharusnya dilakukan dalam rapat tertutup tetapi dilakukan dalam rapat terbuka maka disamping merupakan pelanggaran hokum maka juga membuat tidak efektif kewajiban untuk memberikan keterangan sebenarnya. Karena pemeriksaannya sudah melanggar hokum maka sudah waktunya PANSUS ini dibubarkan.

Ada pandangan lain?

Catatan: Tulisan ini pertama saya tempatkan dalam Notes saya di http://www.facebook.com/paustinus dan kemudian saya tempatkan pada GROUP KAMI PERCAYA INTEGRITAS SRI MULYANI  INDRAWATI di facebook.