Sabtu, 05 Maret 2011

e-APS

Seiring dengan semakin matangnya Internet sebagai medium untuk melakukan komunikasi, alternatif penyelesaian sengketa secara online (e-APS) semakin menunjukkan dirinya sebagai suatu alternatif yang sangat menarik dibandingkan dengan litigasi. Ethan Katsh & Janet Rifkin dalam karyanya berjudul On-line Conflict Management. Resolving Conflicts in Cyberspace (2001) mengindikasikan bahwa Internet dapat menyediakan ruang untuk mengelola sengketa. Sama dengan APS, e-APS lebih murah, cepat, dan cocok bagi para pihak yang selama dalam proses dan sesudahnya masih menginginkan hubungan baik. Para pihak yang melibatkan diri dalam e-APS pada dasarnya lebih tertarik untuk mencari jalan keluar dibandingkan mengetahui apa yang menjadi alas hukum bagi sengketa mereka.


Pemanfaatan Internet sebagai sarana alternatif penyelesaian sengketa sudah sedemikian maju di luar Indonesia. E-APS ini dilakukan oleh institusi-institusi Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam bentuk negosiasi online, mediasi online dan arbitrase online. Beberapa institusi yang menyelenggarakan e-APS adalah 1-2-3 Settle (BB), American Arbitration Association (AAA), Chartered Institute of Arbitrators, ClickNsettle, Cybersettle, ENeutral, Electronic Consumer Dispute Resolution (ECODIR), Hong Kong International Arbitration Centre, International Chamber of Commerce, Internet Neutral, Mediation Arbitration Resolution Services (MARS), Nova Forum, ODR.NL, SettleOnline, SettleTheCase, SmartSettle, SquareTrade, The Virtual Magistrate, Webmediate.com, WeCanSettle, World Intellectual Property Organization (WIPO), dan lain-lain. Penggunaan e-APS dilakukan terhadap semua jenis sengketa, mulai dari e-commerce, pencemaran nama baik, asuransi, sengketa berdasar hukum kekeluargaan seperti warisan, perceraian, tindakan yang diambil pejabat tata usaha negara, dan lain-lainnya.

Pemanfaatan Internet dalam penyelesaian sengketa belum memadai di Indonesia. Tulisan ini bermaksud mengintrodusir e-APS. Terdapat dua bentuk e-APS yang saat ini sudah berkembang yang akan disinggung dalam tulisan ini yaitu negosiasi dan mediasi secara online. Pembatasan terhadap e-APS dalam tulisan ini semata-mata mengikuti Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang mengadakan pemisahan yang tajam antara Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sehubungan dengan pemisahan tersebut saya tidak membahas soal Arbitrase Online.

Negosiasi Online

Negosiasi online menawarkan keuntungan berupa kesederhanaan. Tiada suatu hal yang diwajibkan dalam hal ini kecuali soal adanya itikad baik dan koneksi Internet. Tidak ada suatu kebutuhan untuk melakukan perjalanan untuk bertatap muka, tidak perlu ditentukan suatu tempat untuk melakukan pertemuan secara khusus. Hal ini karena memang negosiasi online tidak membutuhkan pertemuan secara langsung. Yang terjadi adalah meninggalkan pesan-pesan pada sarana yang tersedia untuk itu atau membuat permintaan atau penawaran. Proses yang sederhana juga membuat penghematan biaya yang tidak sedikit. Hal ini terjadi karena dalam negosiasi online, para pihak tidak harus terkoneksi pada Internet pada saat yang bersamaan. Kesederhanaan dari negosiasi online ini pada saat yang sama juga merupakan kekurangan dari system ini. Hal ini terjadi karena dalam negosiasi online tidak ada suatu sarana untuk mendapatkan sentuhan kemanusiaan. Dalam negosiasi secara offline, pengamatan terhadap bahasa tubuh, pertemuan selama dalam rehat kopi, dan persepsi non verbal memegang peranan penting dalam upaya saling memahami posisi masing-masing.

Dalam perkembangan terdapat dua macam negosiasi online, yaitu negosiasi otomatis dan negosiasi langsung.

Negosiasi Otomatis

Dalam negosiasi otomatis ini, penyedia jasa menyediakan sarana elektronik dan prosedur penawaran buta (blind bidding). Dalam penawaran buta ini, penyedia jasa menyediakan sarana bagi para pihak untuk mengirimkan penawaran untuk penyelesaian sengketa pada suatu mesin dan menggunakan perangkat lunak untuk membandingkan penawaran yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa secara rahasia. Dalam penyelesaian semacam ini, pengajuan penawaran berupa jumlah uang yang diklaim dan penawaran dari pihak yang diklaim hanya dilakukan oleh komputer. Para pihak tidak mengetahui satu sama lain berapa penawaran yang dilakukan pihak lawan. Hal itu menjadi tugas dari komputer. Dalam hal penawaran di antara para pihak berada dalam tingkatan tertentu maka mesin akan menghentikan sengketa dengan menyesuaikan perbedaan-perbedaan yang ada sehingga didapatkan hasil rata-rata. Dalam hal sengketa terselesaikan maka para pihak diberitahukan baik secara online atau melalui e-mail.

Dalam hal penawaran jauh dari batas yang ditentukan, maka komputer akan menyimpan hal itu dan dapat melanjutkan negosiasi. Terdapat jangka waktu tertentu untuk penyelesaian sengketa yang berkisar antara 15 hari sampai dengan 12 bulan tergantung pada penyedia jasa.

Negosiasi Langsung

Dalam Negosiasi langsung, Penyedia jasa hanya menyediakan suatu situs yang aman beserta cara-cara menyimpan hal-hal yang dikomunikasikan, tetapi tidak terlibat sama sekali dalam proses negosiasi. Dalam negosiasi jenis ini para pihak harus mengupayakan sendiri kesepakatannya tanpa campur tangan dari pihak manapun termasuk dari komputer yang digunakan. Disinilah perbedaannya dengan negosiasi otomatis. Negosiasi langsung ini kurang popular dalam bisnis ini dibandingkan dengan negosiasi otomatis.

Mediasi Online

Dalam mediasi, peranan dari seorang Mediator merupakan ciri khas. Mediasi merupakan suatu prosedur melalui mana pihak ketiga yang netral membantu para pihak yang bersengketa mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketanya. Dalam mediasi, mediator tidak membuat suatu solusi atau putusan. Namun demikian terdapat tingkatan tertentu dimana mediator berperan dalam penyelesaian sengketa mulai dari tingkatan yang murni dimana mediator sedapat mungkin hanya mencampuri sedikit penyelesaian sengketa sampai dengan mediasi dengan cara yang kasar dimana mediator mencoba memaksakan suatu penyelesaian sengketa bagi para pihak.

Terdapat tiga jenis mediasi dalam rangka mediasi online. Pertama, mediasi yang bersifat fasilitatif dimana mediator berfungsi sebagai fasilitator dan tidak dapat memberikan opini atau merekomendasikan penyelesaian. Dalam hal ini mediator memberikan jalan agar para pihak menemukan sendiri penyelesaian bagi sengketa yang dihadapinya. Penyelesaian sengketa dari jenis ini dilakukan oleh Online Resolution.

Mediasi evaluatif adalah mediasi melalui mana mediator memberikan pandangan dari segi hukum, fakta-fakta, dan bukti-bukti. Dalam mediasi ini strateginya adalah membuat suatu kesepakatan melalui mana mediator memberikan suatu solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak dan mencoba membujuk para pihak untuk menerimanya. Hal ini dijalankan oleh Web Mediate. Pada WEB Mediate, mediator dapat bertindak secara hukum untuk memberikan solusi tetapi tidak berhak membuat penyelesaian.

Ketiga terdapat suatu pendekatan yang bersifat tengah. Mediator mencoba mencampuri permasalahan sejauh disetujui para pihak. Mediator hanya memasuki jika para pihak gagal melakukan negosiasi di anatara mereka sendiri dan jika sekiranya mencampuri, mediator hanya dapat mengajukan solusi hanya jika para pihak memintakan kepadanya. Tujuan awal dari prosedur ini adalah membantu memfasilitasi komunikasi antara para pihak dengan mediator dan antara para pihak sendiri. Komunikasi semacam itu dapat dijalankan dengan menggunakan teknologi yang tersedia seperti Internet relay chats, e-mail, dan videoconferencing). Sarana komunikasi merupakan elemen dasar dalam mediasi online.

Mediasi online sama dengan mediasi off line yang biasanya diorganisir melalui tiga tahapan atau sesi. Pertama adalah sesi pembukaan dimana para pihak, penasehat hukum, mediator dan mungkin ekspert atau psikolog hadir. Dalam sesi ini para pihak mengemukakan pandangan, fakta-fakta dan soal-soal hukum dan mediator membuat ringkasan dari permasalahan yang dihadapi oleh para pihak.

Sesudah sesi tersebut terdapat sesi selanjutnya yaitu sejumlah sesi yang lebih bersifat privat, kadangkala disebut juga sebagai kaukus. Dalam sesi ini mediator mendiskusikan secara privat dengan masing-masing pihak. Sesi ini disebut juga sebagai “engine room” dari keseluruhan prosedur yang harus dilalui.

Selanjutnya adalah sesi penutup melalui mana para pihak bertemu kembali dan melakukan verifikasi terhadap kesepakatan yang sudah dicapai atau sekurang-kurangnya hasil yang sudah dicapai.

Sesi-sesi dalam mediasi off line ini mempengaruhi pembuatan arsitektur dari mediasi online. Dalam mediasi offline terdapat keseimbangan antara langkah formal dan tahapan informal. Para pihak dan mediator membuat sesi-sesi bersama, periode-periode dalam kaukus dan bahkan masa-masa jeda (coffee breaks). Berbagai cara berkomunikasi dilakukan selama proses penyelesaian dan masing-masing cara berkomunikasi itu berbeda menurut sesi yang ditempuh, suasana batin dari para pihak dan kesimbangan dalam posisi para pihak.

Sedapat mungkin, apa yang dilakukan dalam mediasi offline dilakukan dalam mediasi online tentu saja dengan penyesuaian disana-sini. Penyedia jasa mediasi online harus mempunyai ruang diskusi dan fasilitas komunikasi privat serta menyediakan peralatan teknologi yang dapat mendukung komunikasi dengan cara-cara yang terbaik. Perbedaan antara mediasi online dengan mediasi offline adalah bahwa dalam mediasi online, dunia nyata (real space) digantikan oleh dunia virtual atau dunia maya( cyberspace).

Penutup

Pemanfaatan Internet sudah berkembang sedemikian rupa sampai-sampai sudah merambah dalam penyelesaian sengketa. Pengaturan mengenai penyelenggaraanya ditentukan sendiri berdasarkan kesepakatan di antara pengguna (para pihak) dan penyedia jasa penyelesaian sengketa. Penyelenggaraan e-APS tidak perlu menunggu lahirnya undang-undang baru di bidang cyberlaw. E-APS akan sangat membantu dalam penyelesaian sengketa yang cepat, murah, dan efektif, sebagaimana merupakan tujuan dari diadakannya APS.