Minggu, 17 Januari 2010

ANGKET TANPA BAP: CACAT HUKUM YANG LAIN PANSUS BANK CENTURY

Semakin hari pemeriksaan di PANSUS BANK CENTURY semakin jauh dari yang diharapkan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak banyak yang mengenai sasaran. Perlakuan PANSUS juga berbeda terhadap saksi yang satu dengan yang lain. Pemeriksaan yang cacat hokum ini, yang seharusnya dilakukan dalam rapat-rapat tertutup, memang meninggalkan pertanyaan apa sebenarnya yang diharapkan dari PANSUS ini. Tampak bagi saya tidak ada keseriusan dari PANSUS untuk melakukan pemeriksaan sesuai dengan maksud diberikannya hak angket kepada DPR.


Saya melihat ada cacat hokum yang lain dalam pemeriksaan dalam PANSUS, yaitu bahwa saksi-saksi yang diperiksa dalam PANSUS BANK CENTURY melenggang begitu saja setelah pemeriksaan selesai. Keterangan-keterangan yang diberikan tidak dicatatkan dan tidak diberi kesempatan bagi saksi untuk memeriksa dan menandatangani keterangan-keterangan yang diberikannya dalam pemeriksaan. Padahal seorang saksi kemungkinan diperiksa tidak hanya sekali. Lihat Bapak Boediono sudah diperiksa dua kali. Malah ada rencana dari PANSUS untuk melakukan cross check terhadap saksi-saksi dan akan dihadapkan pada saat yang sama dalam pemeriksaan. Lalu kalau hal itu terjadi, apa bahan bagi saksi dalam pemeriksaan lanjutan. ANggota-anggota PANSUS mungkin akan bertanya kepada saksi yang diperiksa kedua kalinya: “Dalam pemeriksaan yang lalu, Saudara saksi menyatakan bla…bla..bla…Mengapa sekarang Saudara saksi menyatakan begini?” Seorang saksi boleh jadi mengingkari apa yang pernah dinyatakannya dalam pemeriksaan sebelumnya. Lalu apa yang menjadi pegangan bagi saksi dan Anggota PANSUS? Apakah rekaman yang harus diperdengarkan atau rekaman dari siaran televise atau document elektronik yang tersedia di dunia maya.

Dalam pemeriksaan-pemeriksaan di PANSUS, Pimpinan PANSUS selalu memberikan rujukan terhadap UU No. 6 tahun 1954. UU ini mengatur acara dalam rangka pemeriksaan dalam angket. Menyangkut keterangan-keterangan yang diberikan saksi dalam pemeriksaan, Pasal 7 ayat (2) UU itu menentukan:


(2) Catatan tertulis dari keterangan-keterangan atau berita-berita yang diberikan oleh saksi atau ahli dibacakan kepada mereka atau diberikan kepadanya untuk dibacanya dan sesudahnya ditanda tangani oleh saksi atau ahli yang bersangkutan. Dalam hal saksi atau ahli itu tidak dapat menulis maka catatan tersebut dibubuhi cap jempol.

Penjelasan Pasal 7 menyatakan:

Pada ayat 2 ditetapkan bahwa catatan tertulis dari keterangan-keterangan atau berita-berita yang diberikan oleh saksi-saksi atau ahli-ahli harus ditanda tangani mereka, supaya pada kemudian hari mereka tak dapat memberi keterangan-keterangan yang bertentangan atau berlainan dengan keterangan semula.



Ketentuan dalam Pasal 7 ayat (2) ini sudah jelas merupakan suatu norma yang harus ditaati. Terserah mau menyebut apa, apakah Berita Acara atau risalah atau notulen, yang jelas keterangan-keterangan atau berita-berita yang diberikan saksi, dalam bentuk tertulis tersebut harus dibacakan atau diberikan kepadanya untuk dibacanya dan sesudahnya ditandatangani oleh saksi atau ahli yang bersangkutan. Jadi dalam pemeriksaan ada sesi meminta keterangan, membaca catatan tertulis dari keterangan-keterangan atau berita-berita yang diberikan oleh saksi, dan penandatangan oleh saksi atas catatan-catatan tertulis dari keterangan-keterangan atau berita-berita yang diberikan oleh saksi.

Ketiadaan catatan-catatan tertulis tersebut membuat pemeriksaan dalam PANSUS menjadi cacat hokum dan menjadi sia-sia. Para Anggota PANSUS sudah membuang-buang waktu secara percuma, bukan hanya waktu dari PANSUS tetapi juga para saksi dan warga masyarakat. Hal ini menunjukkan juga PANSUS tidak dipersiapkan dengan baik dan bekerja di luar aturan yang sudah ditetapkan buat mereka. Menyedihkan bahwa Para Anggota PANSUS tidak mentaati undang-undang. Bagaimana mereka dapat menyelidiki dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan dengan cara-cara yang melanggar peraturan perundang-undangan. Ini sama saja dengan maling memeriksa pengambil keputusan (otoritas yang berwenang) dengan cara-cara maling.



Ketiadaan BAP atau catatan-catatan tertulis ini, melengkapi cacat hokum lain yang sudah saya tulis sebelumnya, seperti inkonstitusionalitas dari PANSUS (Lihat tulisan saya HAK ANGKET ) dan soal pemeriksaan yang seharusnya dilakukan dalam rapat tertutup tetapi dalam kenyataannya dilakukan secara terbuka (PEMERIKSAAN PANSUS MESTINYA DALAM RAPAT TERTUTUP: ADA PELANGGARAN HUKUM ) .

Tulisan ini juga tersedia di Facebook saya di http://www.facebook.com/paustinus

Kamis, 14 Januari 2010

PEMERIKSAAN PANSUS MESTINYA DALAM RAPAT TERTUTUP: ADA PELANGGARAN HUKUM

Pemeriksaan oleh PANSUS terhadap saksi-saksi dalam kasus Bank Century dilakukan secara terbuka. Banyak yang hadir menyaksikan pemeriksaan tersebut dan diliput secara luas oleh mass media baik cetak maupun elektronik. Segala keterangan yang diberikan dengan cepat terpublikasi. Siaran langsung oleh media elektronik terutama dalam hal ini televise dan yang diikuti pula komentatior-komentator yang seolah-olah menggiring opini public kea rah tertentu, menjadi tontonan sehari-hari. Kita juga juga melihat pada saat pemeriksaan saksi-saksi, ada Anggota Pansus tertentu yang memberikan opini-opini di televise seperti yang dilakukan oleh Hendrawan Supratikno, Ganjar Pranowo, Bambang Soesatya, dan mungkin yang lain-lain yang tidak terpantau oleh saya.


Menjadi konsern dalam tulisan ini adalah bagaimanakah pemeriksaan-pemeriksaan itu harus dilakukan. Apakah dilakukan secara terbuka ataukah secara tertutup.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH tidak secara khusus mengatur mengenai tata cara pemeriksaan Angket ini. Pasal 406 UU tersebut menentukan:



“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai MPR, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan ketentuan undang-undang lainnya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini atau tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini.”



Berhubung tata cara Angket tidak diatur secara khusus maka ketentuan dalam UU yang lama masih berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 TENTANG PENETAPAN HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. UU yang diberlakukan pada masa berlakunya UUDS 1950, dimana system parlementer berlaku, mengatur detail mengenai Angket. Dalam pemeriksaan-pemeriksaan saksi-saksi kasus Bank Century, Pimpinan Pansus selalu memberikan rujukan pada UU No. 6 tahun 1954 ini. Bagaimana ketentuan mengenai pemeriksaan? Pasal 23 UU No. 6 tahun 1954 berbunyi:.

Pasal 23

(1) Segala pemeriksaan oleh Panitia Angket dilakukan dalam rapat tertutup.


(2) Anggota-anggota Panitia Angket wajib merahasiakan keterangan-keterangan yang diperoleh dalam pemeriksaan, sampai ada keputusan lain yang diambil oleh rapat pleno tertutup Dewan Perwakilan Rakyat yang diadakan khusus untuk itu.

Ayat (1) Pasal 23 itu secara jelas-jelas menyebut bahwa segala pemeriksaan dilakukan dalam rapat tertutup. Lalu mengapa PANSUS mengadakan rapat terbuka dan dapat disaksikan/didengar oleh setiap orang secara langsung di televise atau mungkin radio dan sarana-sarana informasi lain, yang mungkin ada. Keterangan-keterangan yang diberikan dalam pemeriksaan termasuk rahasia karena Anggota-anggota Panitia Angket wajib merahasiakan keterangan-keterangan yang diperoleh dalam pemeriksaan sampai ada keputusan lain yang diambil oleh rapat pleno tertutup oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang diadakan khusus untuk itu. Perlu diperhatikan bahwa bukan Panitia Angket yang memutuskan dapat tidaknya keterangan yang didapatkan dalam pemeriksaan untuk dibuka tetapi DPR.

PANSUS ANGKET Kasus Bank Century ini dibentuk untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan/kebijakan tetapi dengan cara-cara yang melanggar hukum. Perilaku dari Anggota PANSUS yang mengajukan pertanyaan dengan cara-cara yang kurang pas yang dalam banyak hal berusaha memojokkan saksi dan menggiring saksi untuk memberikan keterangan sesuai dengan yang diinginkan oleh Anggota PANSUS yang bersangkutan telah membuat banyak saksi tidak memberikan keterangan yang diharapkan. Rapat yang bersifat terbuka dan perilaku dari para Anggota Dewan yang bak selebritis memeberikan opini-opini mengenai pemeriksaan dalam PANSUS tentu saja membuat saksi menjadi gerah untuk memberikan keterangan dalam pemeriksaan. Hanya Ibu Sri Mulyani (Mantan Ketua KSSK) yang mau memberikan keterangan secara panjang lebar di pemeriksaan. Apa yang dilakukan Ibu Sri Mulyani tentu dapat dipandang dari sisi lain sebagai sedang memberikan kuliah bagi PANSUS.

Banyak Anggota PANSUS dan tentu juga masyarakat menyayangkan para saksi yang tidak mau memberikan keterangan. Per aturan, saksi-saksi tersebut dapat dihukum karena tidak memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya. Namun karena pemeriksaan melanggar hokum, dimana seharusnya dilakukan dalam rapat tertutup tetapi dilakukan dalam rapat terbuka maka disamping merupakan pelanggaran hokum maka juga membuat tidak efektif kewajiban untuk memberikan keterangan sebenarnya. Karena pemeriksaannya sudah melanggar hokum maka sudah waktunya PANSUS ini dibubarkan.

Ada pandangan lain?

Catatan: Tulisan ini pertama saya tempatkan dalam Notes saya di http://www.facebook.com/paustinus dan kemudian saya tempatkan pada GROUP KAMI PERCAYA INTEGRITAS SRI MULYANI  INDRAWATI di facebook.