Sabtu, 10 September 2016

Hak Prerogatif Presiden

Banyak orang terlalu melebih-lebihkan soal hak prerogatif., termasuk Majelis Hakim yang tidak menerima gugatan para street lawyers atas pengangkatan dan pemberhentian Arcandra Thahar sebagai Menteri ESDM. Sebagaimana dilansir oleh CNN Indonesia, PTUN Jakarta tidak menerima gugatan street lawyers tersebut karena Keputusan Presiden Tersebut adalah hak prerogatif Presiden. 

Baik UUD maupun peraturan perundang-undangan lain tidak ada menyebut istilah hak prerogatif. Bahkam pada waktu masih berlaku Penjelasan UUD 1945, untuk penjelasan Pasal 10 sampai dengan 15 disebutkan bahwa pasal-pasal tersebut adalah konsekuensi dari jabatan Presiden selaku Kepala Negara. Sebagaimana diketahui Penjelasan UUD 1045 baru ada pada bulan Februuari 1947 bersamaan dengan Penempatan UUD 1945 dalam Berita Republik Indonesia. Pada waktu UUD disahkan pada tanggal 18 Aguistus 1945 tidak ada Penjelasan UUD. 

Tidak ada suatu penjelasanpun mengapa ada pembedaan antara jabatan Presiden sebagai Kepala Negara dengan kepala Pe,erintahan. Suatu hal yang harus dipertimbangkan dalam hal ini adalah konsekwensi dari terbitnya Maklumat X tahun 1945 dimana terdapat perubahan ketatanegaraan Indonesia dengan adanya Perdana Menteri. Disini menjadi timbul persoalan pembagian wewenang antara Presiden dan Perdana Menteri dimana Presiden sebagai Kepala Negara dan Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan. Dalam hubungan inilah konteks dari Penjelaan Pasal 10-15 UUD 1945, yang menyatakan konsekwensi jabatan Presiden sebagai Kepala Negara  dapat dibenarkan. Setelah Pak Harto memegang tampuk pemerintahan, yang kemudian kita kenal sebagai orde baru sampai dengan saat ini, sesungguhnya sudah tidak relevan pembagian jabatan Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Demikian juga dengan penggunaan istilah hak prerogatif presiden sudah sangat berlebihan. 
 
Dengan tidak berlakunya Penjelasan tersebut, pembedaan antara Presiden sebagai Kepala Negara dan sebagai Kepala Pemerintahan sudah tidak relevan lagi. Dengan demikian, keputusan Presiden adalah keputusan Tata Usaha Negara dan dapat digugat di PTUN sepanjang memenuhi persyaratan-persyaratan yang diatur dalam UU TUN.

Senin, 05 September 2016

Ada Aja Ahok

Tadi siang aku lihat di TV Gubernur Basuki (Ahok)  bersaksi di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat dalam perkara dengan Terdakwa M. Sanusi. Saya mendengar berkali-kali Ahok mengatakan bahwa Pengembang tidak keberatan dengan kontribusi tambahan sebesar 15 %. Namun demikian dalam kenyataannya pengembang ada main mata dengan DPRD Menurut Ahok DPRD berupaya menyulap agar dana kontribusi jadi 5 %.

Saya pikir DPRD tidak bekerja tanpa pengembang. Jika kepada Gubernur pengembang setuju kontribusi tambahan 15 %  kepada DPRD ternyata pengembang ada main sehingga lahirlah perkara dengan terdakwa M. Sanusi dan juga pengembang berupa kasus suap yang diduga diterima M. Sanusi Rp 2 M.

Kalau demikian halnya, mengapa Gubernur Basuki dengan gagah mengatakan pengembang tidak keberatan dengan kontribusi tambahan 15 % tersebut? Bukankah perkara suap ini sudah merupakan bukti yang sahih bahwa pengembang keberatan?