Senin, 30 November 2015

Soal KPK: Langkah Keliru DPR



Saya memperhatikan DPR seperti hendak melemahkan KPK dengan berupaya mengubah UU KPK dan juga berupaya menghambat pengangkatan komisioner KPK.  Saya melihat ini suatu kesalahan berpikir dari para anggota Dewan dimana para Anggota Dewan menempatkan dirinya ke tempat yang sangat rendah.   Tindakan-tindakan KPK yang sedemikian rupa yang mengancam kerja dari para pejabat termasuk para anggota Dewan sesungguhnyalah tidak dapat dibebankan pada KPK itu sendiri. Dewan berpikir, seolah-olah kalau KPK dilemahkan dengan mengebiri kewenangan yang diberikan undang-undang dan menghambat pengangkatan komisioner KPK, dapat menyelesaikan persoalan. 

Ini cara berpikir yang menyesatkan. Justru kalau saya perhatikan dengan baik, masalahnya bukan di KPK saja tetapi juga dengan  pengadilan (Pengadilan Tipikor dari tingkat  PN sampai Mahkamah Agung). KPK tidak dapat bertindak sedemikian rupa jika pengadilan tidak membenarkan tindakan-tindakan KPK. Pembacaan saya terhadap putusan-putusan pengadilan dalam perkara korupsi menunjukkan adanya, patut diduga,  ketidakberanian dari pengadilan untuk memberikan teguran kepada KPK dan seolah-olah pengadilan sebagai tuuang stempel bagi tindakan-tindakan KPK. KPK seolah-olah sudah menjadi lembaga yang berdiri sebagai suatu rezim hokum sendiri dan pengadilan menempatkan diri sebagai bagian darinya. Hal ini dapat dilihat dalam putusan-putusan dimana meskipun bukti-bukti sangat lemah pengadilan secara heroic menjatuhkan pemidanaan. Bahkan ada perkara dimana penuntut umum gagal membuktikan terpenuhinya unsure-unsur pasal yang didakwakan, tetapi pengadilan dengan cara yang heroic menciptakan sendiri pasal yang berada di luar yang didakwakan oleh penuntut umum, hingga terdakwa dipidana.  Demikian juga Mahkamah Agung telah secara jauh menjatuhkan pidana yang lebih berat dan denda yang lebih besar tanpa mempunyai landasan hokum.  Dalam hal barang-barang bukti, baik berupa barang maupun uang dengan nilai milyard-an rupiah, yang disita oleh KPK yang tidak selalu diajukan sebagai bukti di pengadlian dan barang-barang bukti itu kemudian diambangkan atau diserahkan kepada KPK.  Masyarakat mengira bahwa barang-barang yang disita untuk Negara tetapi tidak. (Saya ada menulis perlakuan terhadap barang bukti berjudul “Mainan Kecilnya KPK”).
Baik Dewan maupun partai-partai mempunyai lembagai penelitian yang semestinya dapat diberdayakan untuk terlebih dahulu melakukan penelitian dan membuat saran-saran sebelum Dewan atau anggota-anggotanya bertindak mengajukan perubahan UU. Putusan-putusan pengadilan dalam perkara korupsi memang perlu dievaluasi. Jika memang putusan dibuat dengan menyalahi aturan maka harus dibuatkan jalan keluar. Hukum Indonesia memang menyediakan sarana untuk evaluasi terhadap putusan-putusan dalam perkara pidana yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap, termasuk yang sudah diajukan PK.
 Jika perkara-perkara korupsi ditangani dengan baik, saya pikir KPK juga akan runtuh sendiri tanpa DPR perlu mengubah UU KPK.  Dalam perkara di pengadilan, misalnya, dengan menerapkan prinsip “de omnibus dubitandum”  atau “segala sesuatunya harus dipertanyakan “  KPK akan kelabakan sendiri, dan, jika KPK tidak berhati-hati, semua komisioner KPK, yang sekarang maupun yang sebelum-sebelumnya,  bisa dituntut karena melakukan tindak pidana Korupsi. Jadi, dapat terjadi,  akan  ada semacam arus balik.
Menyangkut UU KPK memang, sebagaimana dengan semua UU, ada hal yang harus selalu dimuat, yaitu evaluasi terhadap UU. Saya belum pernah membaca ada UU yang memuat ketentuan mengenai  kapan evaluasi terhadap pelaksanaan UU dilakukan, apakah UU perlu diubah, diperbaiki, atau malah dicabut dengan menggantikan yang baru.   Pada jurisdiksi lain, ketentuan mengenai evaluasi terhadap UU lazim dimuat dalam UU yang bersangkutan.  Ke depan sya pikir, dalam setiap UU perlu dibuat ketentuan khusus mengenai evaluasi terhadap UU yang bersangkutan.

Senin, 09 November 2015

Mainan Kecil-nya KPK



Terkadang saya tercengang-cengang jika melihat KPK melakukan tindakan-tidakan dalam perkara-perkara korupsi. Yang paing menarik perhatian saya adalah ketika KPK melakukan penangkapan yang diikuti dengan penyitaan barang bukti berupa uang apakah ia uang yang diduga untuk digunakan melakukan penyuapan atau untuk gratifikasi atau hal-hal lain. Dengan bangga orang-orang KPK memamerkan uang yang disita di depan kamera televise dengan wajah-wajah sumringah. Lalu tak lama sesudahnya muncul di televise Bapak Johan Budi, dengan muka suci-nya, memberikan konfirmasi adanya penyitaan.   Teranyar adalah dalam perkara yang melibatkan anggota DPR Yth Dewie Yasin Limpo.

Saya melihat uang yang dipamerkan di televise  dengan pertanyaan sederhana diapakan uang itu nantinya setelah perkara diputus. Apakah disita untuk diserahkan kepada Negara atau dikembalikan kepada mereka dari siapa uang itu disita. Saya agak penasaran untuk mengetahuinya dan untuk memuaskan rasa penasaran saya saya membaca-baca putusan Mahkamah Agung dalam perkara korupsi yang tersedia di http://www.putusan.mahkamahagung.go.id. Tidak banyak putusan yang saya baca, Saya hanya melakukan uji petik, yaitu putusan dalam perkara:

KPK v Muhammad Nazaruddin, SE. (Putusan No. 2223 K/Pid.Sus/2012 diputus Selasa, tanggal 22 Januari 2013.)
KPK v ANGELINA PATRICIA PINGKAN SONDAKH (Putusan No. 1616 K/Pid.Sus/2013 diputus Rabu, tanggal 20 November 2013)
KPK v Andi Alfian Mallarangeng(Putusan No 2427 K/Pid.Sus/2014 diputus Rabu tanggal 08 April 2015)., ,
KPKv RATU ATUT CHOSIYAH (Putusan No. 285 K/Pid.Sus/2015 diputus Senin, tanggal 23 Februari 2015),
KPK v TUBAGUS CHAERI WARDANA CHASAN (Putusan No. 2429 K/Pid.Sus/2014 diputus Rabu, tanggal 25 Februari 2015), dan
KPKv Hj Chairun Nisa (dengan P U T U S A N No. 1240 K/Pid.Sus/2014 Kamis, tanggal 07 Oktober 2014).Saya mencoba mengakses di situs web MA tersebut perkara KPK v Anas Urbaningrum dan KPK v M. Akil Mochtar tetapi tidak berhasil.


Aturan mengenai Barang Bukti

Untuk sekedar mengetahui dan memberikan acuan mengapa persoalan barang bukti, dalam hal ini barang dan uang yang disita KPK dalam perkara korupsi, dapat dipersoalkna, ada baiknya mengutipkan disini ketentua hukumnya. Dalam Pasal 46 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ("KUHAP"), ditentukan:
(1)    Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak, apabila:
a.    kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
b.    perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana;
c.    perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
(2)    Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk Negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.
 Ketentuan yang relevan untuk keperluan penulisan ini adalah Pasal 46 ayat (2). Dari ketentuan tersebut ada tiga peruntukan barang-barang bukti:
1.      Dikembalikan kepada orang atau mereka yang disebut dalam putusan
Mengenai kepada siapa untuk butir pertama ini tidak jelas, apakah orang atau mereka yang darinya benda disita atau dapat uga pihak lain seperti untuk, dalam kerangka perkara korupsi, KPK. Tampaknya memang kepada hakim diberikan diskresi untuk menentukan kepada siapa benda yang disita dikembalikan. Namun tentu saja harus ada rasionya juga, mengapa dikembalikan kepada selain dari yang empunya atau dari mana benda disita.
2.      Dirampas untuk Negara untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi
Dalam perkara-perkara korupsi butir kedua ini hamper tidak mungkin diterapkan karena yang disita adalah uang dan barang-barang yang nilainya besar seprti hp mewah, laptop dan lain-lainnya. Dalam hal barang tentu dapat dijual.
3.      Diperlukan untuk perkara lain.  
Mengenai hal ini tentu ada juga akhir dari perkara lain ini. Jika perkara lain ini sudah diputus maka dua hal di atas tentu dijalankan. Tentu jika dalam putusan disebutkan barang bukti digunakan untuk perkara lain maka haruslah disebutkan perkara mana yang dimaksudkan, 

Perlakuan Barang Bukti oleh MA dalam Perkara Korupsi

Dalam perkara-perkara yang putusannya dibahas dalam tulisan ini, barang-barang bukti tidak ada yang “dirampas untuk Negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi” (butir 2 di atas). . Tentu saja, karena uang yang disita milyaran ditambah dengan barang-barang elektronik yang disita berniai tinggi tidak mungkin juga dimusnahkan atau dirusakkan.

Dalam KPK v Muhammad Nazaruddin, SE., Mahkamah Agung memutuskan bahwa barang-barang bukti dalam perkara itu disebutkan “Tetap terlampir dalam berkas perkara untuk dipergunakan dalam perkara lain  “ tanpa menyebutkan dengan jelas untuk perkara mana saja. Dalam KPK  v  ANGELINA PATRICIA PINGKAN SONDAKH lain lagi disebutkan bahwa barang-barang bukti tetap didalam berkas. Saya tidak tahu persis kasus-kasus mana saja perkara KPK v Muhammad Nazaruddin, SE berkaitan. Tentu yang paling membuat saya ternganga adalah dalam perkara KPK v Andi  Alfian Mallarangeng. Mahkamah Agung dalam perkara ini setelah menyebutkan daftar barang bukti berupa uang yang disita lalu menyatakan Semua dikembalikan kepada Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diteruskan kepada Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) . (Sebagai lampiran pada tulisan ini, di bawah lihat amar putusan untuk KPK v Andi  Alfian Mallarangeng, sepanjang mengenai barang bukti.

Dalam KPK  v  ANGELINA PATRICIA PINGKAN SONDAKH, setelah menyebutkan daftar 303 barang bukti lalu MA menyatakan :
Nomor : 1 s/d 101 dan Nomor : 301 s/d 303 dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk digunakan dalam perkara lain;
Nomor : 235 s/d 236 dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk digunakan dalam perkara lain;
Nomor : 102 s/d 234, Nomor : 241 s/d 244, Nomor : 277 s/d 300  terlampir dalam berkas perkara;
Nomor : 237 s/d 239 dikembalikan kepada Harris Iskandar;
Nomor : 240 dikembalikan kepada Dadang Sudiyarto;
Nomor : 245 s/d 276 dikembalikan kepada Joni Herlambang;
Nomor : 291 s/d 299 dikembalikan kepada Budi Supriatna;

Dua yang pertama disebutkan untuk digunakan dalam perkara lain, meskipun tidak jelas perkara lain yang mana yang dimaksudkan. Juga yang terakhir dikembalikan kepada Budi Supriyatna (bukti no 291-299 yang adalah semuanya Handphone) padahal diatas disebutkan bahwa bukti no 277 – 300  itu terlampir dalam berkas. Dalam ketentuan Pasal 46 ayat (2) tidak ada ketentuan bahwa barang bukti terlampir dalam berkas. Pemeriksaan saya dalam daftar barang-barang bukti dalam perkara ini tidak ada uang

Dalam KPK v Andi Alifian Mallarangeng disebutkan dengan jelas kepada siapa barang bukti berupa uang dan barang diberikan yaitu bahwa ‘semua dikembalikan pada Penuntut umum untuk diteruskan kepada penyidik di KPK. Hal ini berarti bahwa uang dan barang yang disita dalam KPK v Andi AlifianMallarangeng menjadi milik penyidik-penyidik KPK. (Lihat kembali Pasal 46 ayat (2) KUHAP di atas).  Apa yang menjadi rasio sehingga benda berupa uang dan barang-barang yang dilakukan penyitaan untuk keperluan perkara itu dikembalikan kepada Penyidik KPK dan bukan kepada mereka dari siapa uang dan barang-barang yang disita, saya tidak mengetahui. Dalam putusan juga MA  tidak disebutkan alasan-alasannya.

Hal yang membuat saya terpaksa hanya bisa tersenyum-senyum saja adalah dalam perkara KPK v TUBAGUS CHAERI WARDANA CHASAN. Dalam perkara ini uang yang disita seumlah Rp 1. 000.000.000-  Uang dan barang-barang yang disita menadi menguap. Tidak dirampas untuk Negara, tidak dimusnahkan, ataupun  tidak dikembalikan kepada yang empunya atau kepada orang dari siapa barang-barang atau uang itu disita. Barang-barang  bukti dalam KPK v TUBAGUS CHAERI WARDANA CHASAN ada yang dikembalikan kepada pemiliknya,, hanya sedikit dan itu juga berupa kertas-kertas fotokopi-an. Kebanyakan barang bukti disebutkan akan untuk dipergunakan dalam perkara Akil Muchtar dan Ratu Atut;
Malangnya, Dua perkara yang disebutkan tersebut sudah diputus sebelum perkara KPK v TUBAGUS CHAERI WARDANA CHASAN diputus. KPK v M Akil Mochtar danKPKv RATU ATUT CHOSIYAH diputus oleh MA pada tanggal 23 Februari 2015 Ini artinya barang-barang bukti digunakan untuk perkara yang sudah putus atau sudah tidak ada pemeriksaan agi. Ini berarti semua barang bukti yang disita untuk keperluan perkara tersebut menjadi menguap alias tidak jelas. Tentu akan menjadi miik dari KPK. 

Dalam KPK v RATU ATUT CHOSIYAH, apa yang dinyatakan dalam KPK v Muhammad Nazaruddin, SE. diulangi, yaitu barang bukti dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain. Tidak ada keterangan perkara-perkara mana yang dimaksudkan. Jika akhir dari  KPK v RATU ATUT CHOSIYAH adalah  KPK v TUBAGUS CHAERI WARDANA CHASAN maka kita lihat barang-barang bukti yang disita untuk dijadikan barang bukti menjadi gelap. Tidak jelas status barang bukti dengan jumlah uang milyaran dan benda-benda lain yang juga disita. Jika akhir dari KPK v Muhammad Nazaruddin, SE. adalah KPK v Andi AlifianMallarangeng, maka semua barang bukti dalam perkara-perkara tersebut menjadi milik dari KPK.

Sesuatu yang agak unik dinyatakan oleh MA dalam KPK v Hj Chairun Nisa.   Menyangkut barang bukti dinyatakan “Dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara M. AKIL MOCHTAR” Menjadi aneh adalah kalimat selanjutnya dalam amar itu ;”Sedangkan barang bukti yang disita dan tidak dijadikan barang bukti di persidangan dikembalikan kepada Terdakwa” MA dalam KPK v Hj Chairun Nisa membuat jelas bahwa KPK ada kemungkinan besar menyita barang-barang untuk dijadikan barang bukti dari pihak-pihak tertentu, apakah tersangka atau orang-orang yang berkaitan dengan tersangka  tetapi tidak menjadikannya sebagai barang bukti di persidangan. Pasal 46 ayat (1) a sebagaimana dikutipkan di atas mengatur benda yang disita tetapi tidak diperlukan lagi dalam penyidikan dan penuntutan, yaitu dikembalikan kepada yang empunya.  

Penutup
Melihat semangat yang berkobar-kobar dari KPK untuk memberantas korupsi saya sangat mengapresiasinya. Namun setelah membaca-baca beberapa putusan MA dalam perkara korupsi ini, saya jadi terpikir bahwa mereka-mereka yang disangka melakukan tindak pidana korupsi adalah tambang milik KPK. Uang yang disita yang jumlahnya puluhan milyar rupiah ditambah dengan barang-barang mewah lain) dalam kasus-kasus yang disebutkan di atas yang kesemuanya menjadi milik dari orang-orang KPK. Dengan menggunakan kewenangan berdasar undang-undang ditambah mantera pemberantasan korupsi, jadilah perkara korupsi menjadi tambang paling sempurna. Sektor migas, tambang batubara dan bisnis-bisnis lain tidak ada apa-apanya dibanding penanganan perkara korupsi oleh KPK.
Dimana-mana, sepengetahuan saya, perkara korupsi itu urusannya jegal menjegal. KPK berhasil menyempurnakannya menjadi lahan bisnis yang menjanjikan. Mau kemana kita????????  

Lampiran

AMAR  P U T U S A N No. 2427 K/Pid.Sus/2014 Andi Alifian Mallarangeng

M EN G A D I L I  S E N D I R I
……………………
……………………


4 Menetapkan barang bukti berupa :
 :
1 No. 1565 : Uang tunai rupiah sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) diserahkan oleh pihak PT. Global Daya Manunggal (GDM) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui transferan pada tanggal 05 April 2013 ke rekening No.0378.01.000168.30.6 a/n KPK qq penampungan sementara uang sitaan pada BRI cabang Jakarta Rasuna Said ;
2 No. 1566 : Uang tunai rupiah sebesar Rp1.900.000.000,00 (satu miliar sembilan ratus juta rupiah) diserahkan oleh pihak PT. Global Daya Manunggal (GDM) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui transferan pada tanggal 17 April 2013 ke Rekening No. 0378.01.000168.20.6 a/n KPK qq penampungan sementara uang sitaan pada BRI cabang Jakarta Rasuna Said ;
3 No. 1719 : Uang sebesar USD 550.000,00 (lima ratus lima puluh ribu dollar Amerika) diserahkan oleh saudara Andi Zulkarnaen Anwar alias Choel Mallarangeng kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui transferan pada tanggal 25 Februari 2013 ke Rekening No. 0378.02.000012.30.7 a/n KPK qq penampungan sementara USD pada BRI cabang Jakarta Rasuna Said ;
4 No. 1910 : Uang tunai sejumlah Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) yang diserahkan oleh Sdr. Andi Farid Akbar kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui transferan pada tanggal 19 Juni 2013 ke Rekening No.0378.01.000168.30.6 a/n KPK qq penampungan sementara uang sitaan pada BRI cabang Jakarta Rasuna Said ;
5 No. 2209 : Uang rupiah sejumlah Rp99.334.000,00 (Sembilan puluh sembilan juta tiga ratus tiga puluh empat ribu rupiah) dengan perincian :
h Pecahan Rp1.000,00 sebanyak 11 lembar total Rp11.000,00 ;
i Pecahan Rp2.000,00 sebanyak 14 lembar total Rp28.000,00 ;
j Pecahan Rp5.000,00 sebanyak 39 lembar total Rp195.000,00 ;
k Pecahan Rp10.000,00 sebanyak 13 Lembar total Rp130.000,00 ;
l Pecahan Rp20.000,00 sebanyak 31 Lembar total Rp620.000,00 ;
m Pecahan Rp50.000,00 sebanyak 569 lembar total Rp28.450.000,00 ;
n Pecahan Rp100.000,00 sebanyak 699 lembar total Rp69.900.000,00 ;
6 No. 2210 : Uang dollar Amerika sejumlah USD 128.248 dengan perincian :
f Pecahan USD 1 sebanyak 13 lembar total USD 13 ;
g Pecahan USD 5 sebanyak 1 lembar total USD 5 ;
h Pecahan USD 10 sebanyak 1 lembar total USD 10 ;
i Pecahan USD 20 sebanyak 1 lembar total USD 20 ;
j Pecahan USD 100 sebanyak 1.282 lembar total USD 128.200 ;
1 No. 2211 : Uang dollar Australia sejumlah AUSD 170 dengan perincian:
d Pecahan AUSD 20 sebanyak 1 lembar total AUSD 20 ;
e Pecahan AUSD 50 sebanyak 1 lembar total AUSD 50 ;
f Pecahan AUSD 100 sebanyak 1 lembar total AUSD 100 ;
1 No. 2212 : Uang EURO sejumlah EURO 3.765 dengan perincian :
d Pecahan Euro 5 sebanyak 3 lembar total Euro 15 ;
e Pecahan Euro 20 sebanyak 45 lembar total Euro 900 ;
f Pecahan Euro 50 sebanyak 57 lembar total Euro 2.850 ;
1 No. 2258 : Uang tunai rupiah sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) dengan perincian sebagai berikut :
e Uang pecahan Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) sebanyak 100 lembar ;
f Uang pecahan Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) sebanyak 100 lembar ;
1 No. 2425 : Uang tunai sebesar Rp52.500.000,00 (lima puluh dua juta lima ratus ribu rupiah) dari Ilham Mendofa dan telah dititipkan ke Rekening a/n Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) qq penampungan sementara uang sitaan pada BRI cabang Jakarta Rasuna Said No. 0378.01.000168.30.6 pada tanggal 14 November 2013 ;
2 Serta barang bukti sebagaimana dalam daftar barang bukti No. 1 s/d 1564, 1567 s/d 1718, 1720 s/d 1909, 1911 s/d 2208, 2213 s/d 2257, 2259 s/d 2424 dan 2426 s/d 2429 ;
Semua dikembalikan kepada Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diteruskan kepada Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ;