Kamis, 10 September 2009

Pilpres oleh MPR

Pada tanggal 29 Agustus 2009 Presiden menandatangani sebuah RUU dan mengesahkannya menjadi UU, yaitu UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 123; TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5043).


Salah satu ketentuan yang diatur dalam UU tersebut adalah mengenai pemilihan Presiden yang dilakukan oleh MPR dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 4 huruf f.


Pasal 4 huruf f berbunyi:
MPR mempunyai tugas dan wewenang:


f. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

Ketentuan tersebut merupakan salinan dari Pasal 8 Ayat (3) UUD 1945 (Amandemen ke empat) berbunyi:
Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
Perlu diperhatikan bahwa persyaratannya adalah jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan. Secara bersamaan ini tentu masih ada beberapa persoalan. Pertama, jika Presiden mangkat terlebih dahulu, kemudian tidak lama berselang, sebelum Wapres dilantik jadi Presiden, apakah hal ini termasuk secara bersamaan. Kedua, jika Wapres lebih dahulu mangkat, kemudian disusul oleh Presiden, tetapi pada saat wapres baru sudah dipilih tetapi belum mengucapkan sumpah sebagai Wapres, apakah hal ini termasuk secara bersamaan dalam Pengertian Pasal 4 huruf f. Dan seterusnya, yang tidak perlu diurai disini.

Dalam kondisi demikian, MPR harus memilih Presiden dan Wakil Presiden dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

Jadi disini kita lihat bahwa yang dapat mengusulkan adalah Partai Demokrat dan Mitra Koalisinya dan PDIP dan Partai Gerindra (Suara terbanyak kedua dalam Pemilu sebelumnya). Namun menjadi persoalan juga, mengingat dalam Pilpres yang lalu pasangan capres dan cawapres berasal dari gabungan Partai politik, apakah jika tidak ada persesuaian diantara gabungan parpol maka hal itu tidak lagi mencerminkan gabungan Parpol. Misalnya, gabungan Partai Demokrat dengan partai-partai lain. Jika, katakanlah, PAN, menarik diri dari gabungan partai tersebut, apakah hal itu masih memenuhi syarat untuk disebut sebagai gabungan partai dalam pengertian dari Pasal 4 huruf f. Atau, katakanlah Partai Golkar mau bergabung dengan gabungan Partai pendukung SBY-Boediono atau gabungan PDIP dan Partai Gerindra, apakah hal itu masih memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f.

Memang terlihat sesuatu yang kurang menguntungkan bagi Partai atau gabungan partai pemenang Pemilihan Presiden. Namun saya pikir ini akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan mengadakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Namun tentu hal ini akan menjadi persoalan jika kondisi dalam Pasal 4 huruf f berada pada masa sudah dilakukannya persiapan pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden baru. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar