Sabtu, 22 Agustus 2009

Keterlibatan TNI dalam mengatasi Terorisme: Perlu persetujuan DPR

Sepak terjang Noor Din M Top yang disebut-sebut sebagai teroris nomor wahid rupanya membuat gatal tangan pihak-pihak yang menginginkan agar tentara dilibatkan. Kegagalan (mungkin juga sengaja digagalkannya) pihak kepolisian mengatasi teroris, seperti aksi yang baru-baru ini yang gagal di Temanggung, memicu perdebatan dimana Presiden dikesankan ngotot untuk melibatkan TNI. Tentara tampaknya diojok-ojok atau mungkin meminta-minta untuk kembali ke masa lalu untuk terlibat dalam urusan penegakan hukum. Sebagaimana dilaporkan, dalam berita yang sama, beberapa waktu sebelumnya Markas Besar TNI Angkatan Darat melalui Kepala Dinas Penerangannya, Brigjen Christian Zeboa, menegaskan institusinya memiliki kemampuan-kemampuan tempur, intelijen, dan penjinakan bahan peledak, yang sayang jika dibiarkan dalam kondisi idle seperti sekarang. Letjend (Purn) Agus Widjodjo meminta Presiden dan TNI terlebih dahulu secara rinci mempelajari Pasal 7 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Saya pikir apa yang dinyatakan Agus Widjojo sudah selayaknya bahwa perlu dilihat landasan hukum bagi TNI untuk hal ini. Pasal 7 UU TNI menentukan:
(1) Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
(2) Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan :
a. Operasi militer untuk perang.
b. Operasi militer selain perang, yaitu untuk :
1.
2.
3. mengatasi aksi terorisme;
4. ……..
Dst
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

Sebagaimana dinyatakan oleh Agus Widjojo, sebelum mengerahkan TNI Presiden harus memperhatikan ayat (3) Pasal 7 tersebut. Namun demikian sesungguhnya tidak cukup hanya melihat Pasal 7 tersebut. Pasal 20 UU TNI menyatakan:
(1) ….
(2) Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan operasi militer selain perang, dilakukan untuk kepentingan pertahanan negara dan/atau dalam rangka mendukung kepentingan nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) …………..

Pengerahan TNI dalam pemberantasan terorisme, sebagaimana diperkenankan oleh Pasal 7 ayat (2), ini adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) UU TNI.

Selanjutnya Pasal 17 UU TNI menentukan:

(1) Kewenangan dan Tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden.
(2) Dalam hal pengerahan kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Melihat pada ketentuan dalam Pasal 17 kita menyaksikan bahwa diperlukan Persetujuan DPR. Tidak ditentukan dalam UU TNI kapan dan dengan cara bagaimana persetujuan DPR tersebut diberikan. Yang patut dicatat adalah bahwa ketentuan dalam Pasal 17 berlaku dalam keadaan tidak memaksa. Dalam keadaan memaksa, Pasal 18 UU TNI menentukan:
(1) Dalam keadaan memaksa untuk menghadapi ancaman militer dan/atau ancaman bersenjata, Presiden dapat langsung mengerahkan kekuatan TNI.
(2) Dalam hal pengerahan langsung kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu 2 X 24 jam terhitung sejak dikeluarkannya keputusan pengerahan kekuatan,
Presiden harus melaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui pengerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Presiden harus menghentikan pengerahan kekuatan TNI tersebut.

Tinggal sekarang persoalannya adalah apakah keadaan sudah sedemikian genting sehingga TNI harus dilibatkan. Pihak kepolisian sendiri tidak menyatakan menyerah dan belum memberikan tanggapan atas kemungkinan dilibatkannya tentara ini. Jika memang keadaannya sudah sedemikian memaksa maka ketentuan dalam Pasal 18 berlaku. Jika ternyata keadaan belum memaksa maka ketentuan dalam Pasal 17 harus diindahkan.
Tambahan:
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang. (Cetak miring dari penulis)

Dengan demikian dalam upaya bela Negara harus mengindahkan undang-undang TNI yang sudah mengaturnya sebagaimana disebutkan di atas, yaitu perlu persetujuan DPR. (ditambahkan 25 Agustus 2009)

1 komentar:

  1. SEPERTINYA BUKAN BAHASAN YANG MENGEDAPANKAN KEPENTINGAN BANGSA DAN NEGARA, TAPI LEBIH MENGEDEPANKAN RASA TIDAK SUKA TERHADAP SUATU INSTITUSI.

    BalasHapus