Senin, 12 Oktober 2009

Konsultasi DPR - MK


Marzuki Alie, Ketua DPR RI membuat pernyataan yang menarik untuk diperhatikan. Dari detiknews:

"Menurut Marzuki, ada mekanisme baru yang berlaku di DPR mengenai pembuatan sebuah UU. Sebelum disahkan, suatu UU akan dikonsultasikan lebih dulu ke MK supaya hasilnya tidak bertentangan dengan UUD.


"Jadi kerja 560 orang ini benar-benar efektif, jangan sampai dibatalkan. Karena selain memakan waktu tentu saja juga memakan anggaran yang besar," kata Marzuki."

Apa yang menjadi konsern dari Ketua DPR tersebut tentu dapat dipahami. Sudah ada undang-undang yang dibatalkan secara keseluruhannya dan ada banyak UU yang dibatalkan secara parsial. Dari segi waktu dan biaya tentu akan sangat mubazir dengan sistem yang ada sekarang.

Sayangnya mekanisme baru tersebut belum tersedia di situs web DPR RI. Yang ada masih tata tertib dari masa sebelumnya. Sulit untuk melihat apakah mekanisme baru yang digagas DPR tersebut akan lebih baik dari yang terdapat dalam Tata Tertib lama.

Tentu hal ini akan menimbulkan persoalan konstitusional mengingat Mahkamah Konstitusi(MK)  tidak dimaksudkan sebagai tempat berkonsultasi bagi DPR dalam hal pembentukan UU. Bab VII UUD 1945 yang mengatur soal DPR dan pembentukan undang-undang tidak ada menyebut-nyebut MK. Demikian juga Pasal 24C UUD 1945 tidak ada menyebutkan bahwa MK mempunyai wewenang untuk mengadakan konsultasi menyangkut suatu RUU. Juga dalam UU No. 27 tahun 2009 tidak ditemukan mekanisme semacam ini, apalagi dalam UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Jika mekanisme baru yang disebutkan oleh Marzuki Alie tersebut benar-benar berjalan tentu akan merupakan pelanggaran terhadap UUD 1945.

Memang ada konsern lain juga. Dengan mekanisme baru yang disebutkan oleh Marzuki Alie tersebut, MK akan kehilangan kondusifitasnya sebagai benteng terakhir menyangkut konstitusionalitas dari suatu undang-undang. Jika MK sudah terlibat dalam pembentukan undang-undang, dalam rupa konsultasi dengan DPR, masih perlukah MK melakukan pengujian terhadap UU? Ataukah ada upaya untuk meniadakan wewenang dari MK untuk menguji undang-undang ke depan?

Saya menduga mekanisme yang hendak diterapkan DPR dalam pembentukan UU mirip pada sistem yang berlaku di Perancis dimana dalam persiapan RUU diajukan dulu kepada Conseil d'Etat. Bedanya, di Perancis itu adalah pemerintah yang diber saran oleh Conseil d'Etat. Mungkinkah MK digiring menjadi suatu Conseil d'Etat? Tentu hal ini perlu amandemen UUD 1945.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar