Kamis, 11 Juni 2009

Klaim kedaulatan wilayah

Perselisihan Indonesia dengan Malaysia menyangkut Ambalat merupakan suatu hal yang perlu diselesaikan dengan segera dan jika perlu tidak diselesaikan dengan “diplomasi ditambah cara-cara lain”. Dalam sengketa wilayah sedemikian, Mahkamah Internasional telah memberikan pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam kasus-kasus sedemikian.
Dalam mengenai kedaulatan atas pulau Ligitan dan Sipadan, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa kedaulatan atas Ligitan dan Sipadan ada pada Malaysia. Hal ini didasarkan atas penguasaan yang berkelanjutan atas kedua pulau itu. Malaysia tidak memenangkan perkara itu karena adanya undang-undang atau traktat yang menyebutkan bahwa kedua pulau itu berada di bawah kedaulatan Malaysia.
Beberapa pandangan dari Mahkamah dalam kasus tersebut di atas yang perlu mendapatkan perhatian dalam mempertahankan kedaulatan atas wilayah-wilayah Indonesia oleh Indonesia adalah sebagi berikut (terjemahan seadanya):

134. Mahkamah pertama-tama mengingatkan pernyataan dari Permanent Court of International Justice dalam kasus Legal Status of Eastern Greenland (Denmark v. Norway): “suatu klaim atas kedaulatan yang tidak didasarkan pada undang-undang atau hak khusus seperti traktat penyerahan wilayah tetapi semata-mata atas pamer kekuasaan secara berkelanjutan, meliputi dua unsur yang masing-masing harus ditunjukkan ada: maksud dan kehendak untuk bertindak sebagai yang berdaulat, dan beberapa pelaksanaan dan pertunjukan yang actual dari kekuasaan sedemikian.
Keadaan-keadaan lain yang harus diperhatikan oleh setiap majelis yang harus memproses suatu klaim atas kedaulatan atas wilayah tertentu, adalah sejauh mana kedaulatan juga ditunjukkan oleh Kekuasaan lain.”
Permanent Court melanjutkan:
“Adalah tidak mungkin membaca rekaman-rekaman putusan-putusan dalam kasus-kasus mengenai kedaulatan wilayah tanpa memperhatikan bahwa dalam banyak kasus majelis telah puas dengan sangat sedikit cara pelaksanaan yang actual dari hak-hak kedaulatan, dengan ketentuan bahwa Negara lain tidak dapat membuat klaim yang lebih kuat. Hal ini secara khusus benar dalam kasus klaim atas kedaulatan atas wilayah-wilayah yang berpenduduk sedikit atau Negara-negara yang tidak kuat.” (P. C.I. J., Series AIB, No. 53, pp. 45-46.)
Secara khusus dalam kasus atas pulau-pulau yang sangat kecil yang ditidak dihuni atau tidak secara permanent dihuni –seperti Ligitan dan Sipadan, yang kepentingan ekonomisnya kecil (sekurang-kurangnya sampai baru-baru ini)- effectivities akan tentu secara umum langka.
140. Terakhir, Indonesia menyatakan bahwa perairan disekeliling Ligitan dan Sipadan telah secara tradisional digunakan oleh nelayan-nelayan Indonesia. Mahkamah melihat, bagaimanapun, aktivitas-aktivitas oleh orang pribadi tidak dapat dilihat sebagai effectivities jika mereka tidak berlangsung atas dasar regulasi resmi atau di bawah wewenang pemerintahan.

147. Mahkamah melihat bahwa pembangunan dan pengoperasian mercu suar dan alat-alat Bantu navigasi tidak secara normal dipertimbangkan sebagai manifestasi-manifestasi dari Kewenangan Negara (Minquiers and Erechos, Judgement, ICJ Reports 1953, p. 71). Mahkamah, bagaimanapun, mengingatkan bahwa dalam putusannya mengenai Maritime Delimitation and Territorial Questions between Qatar and Bahrain (Qatar v Bahrain) ia menyatakan sebagai berikut:
“Tipe-tipe tertentu dari aktivitas-aktivitas yang disitir oleh Bahrain seperti pengeboran sumber air mancur akan, diambil oleh mereka sendiri, dipertimbangkan konstrversial sebagai perbuatan-perbuatan yang menunjukkan suatu titre de souverain. Pembangunan alat-alat Bantu navigasi, pada sisi lain, dapat secara relevan dalam kasus pulau-pulau yang sangat kecil. Dalam kasus sekarang ini, dengan memperhatikan ukuran dari Qit'at Jaradah, aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh Bahrain pada pulau tersebut harus dipertimbangkan cukup untuk mendukung klaim Bahrain bahwa ia mempunyai kedaulatan atas pulau itu.” Judgment, Merits, I.C.J. Reports 2001, pp. 99-100, para. 197.)
Mahkamah berpandangan bahwa pertimbangan-pertimbangan yang sama berlaku untuk kasus saat ini.

Pendapat dari Mahkamah tersebut menunjukkan hal-hal yang diperlukan untuk mempertahankan kedaulatan atas wilayah yang diklaim oleh pihak lain sebagai wilayahnya. Pertama, jika ada undang-undang atau traktat yang menetapkan bahwa wilayah tersebut berada di bawah kedaulatan Negara tertentu maka hal itu dapat dijadikan landasan. Kedua, jika tidak ada undang-undang atau traktat maka penguasaan yang efektif harus ditunjukkan. Penguasaan yang efektif atas wilayah-wilayah, sebagaimana dinyatakan oleh Mahkamah harus berada di bawah wewenang pemerintah. Tindakan dari orang-perorangan tidak dapat dikedepankan sebagai penguasaan yang efektif.
Oleh karena itulah pemerintah kita seyogyanya menentukan wilayah hukumnya dan menunjukkan penguasaan yang efektif atas pulau-pulau yang merupakan bagian dari Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar