Kamis, 20 Oktober 2011

BEREBUT KEKUASAAN MEMBENTUK UNDANG-UNDANG

Baru-baru ini Mahkamah Konstitusi membuat Putusan yang dapat dikatakan sebagai upaya penggerogotan terhadap kekuasaan DPR untuk membentuk Undang-undang. Putusan yang dimaksud adalah Putusan No. 48/PUU/2011. Dalam Putusan tersebut MK membatalkan ketentuan dalam Pasal 45A dan 57 ayat (2a) UU No. 8 tahun 2011.
Pasal 45A UU No. 8 tahun 2011 berbunyi:
“Putusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh memuat amar putusan yang tidak diminta oleh pemohon atau melebihi Permohonan pemohon, kecuali terhadap hal tertentu yang terkait dengan pokok Permohonan”.

Pasal 57 ayat (2a) UU No. 8 Tahun 2011 berbunyi sebagai berikut:
(2a) Putusan Mahkamah Konstitusi tidak memuat:
a. amar selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2);
b. perintah kepada pembuat undang-undang; dan
c. rumusan norma sebagai pengganti norma dari undang-undang yang dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam putusannya, MK menyatakan Kedua Pasal dimaksud dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, tanpa menyatakan secara spesifik pada Pasal(-pasal) yang mana dari UUD 1945 kedua Pasal UU itu bertentangan.

Pasal 45A yang dibatalkan oleh MK tersebut berkaitan dengan apa yang disebut sebagai Ultra Petita. Sementara Pasal 57 lebih kepada soal tindak lanjut apa yang dilakukan oleh MK setelah menyatakan bahwa suatu UU yang dimintakan untuk diuji bertentangan dengan UUD 1945. Dengan dinyatakannya Pasal 57 ayat (2a) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hokum maka MK dapat berbuat apa saja, seperti memerintahkan pembuat UU menciptakan norma baru atau membuat rumusan norma baru sebagai pengganti dari norma yang dibatalkan. Putusan MK hanya memuat bahwa Pasal atau ayat yang dibatalkan tidak mempunyai kekuatan hukum (Lihat Pasal 57 ayat (1) dan (2)).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar