Minggu, 27 Maret 2016

Menuju DKI 1 (2017-2022)



UU No. 27 tahun2007 tentang TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Pasal 11
(1) Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih.
(2) Dalam hal tidak ada pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diadakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama.
(3) Penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan menurut persyaratan dan tata cara yang diatur dalam peraturan perundangundangan.

Ketentuan-ketentuan tersebut mempersyaratkan adanya dua atau  lebih pasangan calon dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Calon tunggal Pasangan calon Gub/wagub DKI tidak diperbolehkan. Upaya-upaya yang dilakukan Gubernur Basuki yang dikesankan menghalangi kandidat lain untuk maju dalam Pilgub DKI tidak diperkenankan. Yang maju dalam pilgub harus lebih dari satu pasangan calon. Saya pikir Gubernur Basuki harus menghentikan upaya-upayanya mengubur calon-calon lain yang akan bermunculan sebagai pesaingnya dalam perebutan kursi Gubernur/Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Survey-survey yang dilakukan oleh penyedia jasa survey menunjukkan elektabilitas Gubernur Basuki yang sangat tinggi melampaui para kandidat yang digadang-gadang untuk maju bersaing dengan Gubernur Basuki dalam memikat hati pemilih Jakarta. Survey adalah survey dan ketentuan hukum yang mempersyaratkan adanya sekurang-kurangnya dua pasangan calon, Survey-survey tidak harus dianggap sebagai harga mati yang membuat para kandidat menjadi ciut hati dan juga tidak menjadi patokan bagi partai-partai untuk tidak memajukan calon.


Prestasi Gubernur Basuki tentu sesuatu yang patut dipuji dan setiap orang di Jakarta dan daerah-daerah lain di Indonesia dan terutama yang berbatasan dengan DKI menikmati hasil kerja Gubernur Basuki. Biaya transportasi umum yang relative terjangkau, fasilitas kesehatan, prema-preman Jakarta yang dihabisi, dan terakhir soal Kalijodo, terlepas dari pelanggaran hukumnya, adalah antara lain hal-hal yang memikat yang sudah diperbuat oleh Gubernur Basuki. Penerapan e-budgeting, terungkapnya persekongkolan untuk menilep anggaran sampai puluhan trilyun dengn dalil biaya sosialisasi peraturan-peratran Jakarta merupakan nilai tersendiri yang layak dibanggakan.

Bahwa Gubernur Basuki banyak kelemahan itu sudah pasti. Bukankah pepatah lama bilang tak ada gading yang tak retak. Cara bicaranya yang kasar dan tidak pantas memang banyak jadi sorotan. Untuk memimpin Jakarta saya kira hal itu dapat dimaklumi dan malahan dalam batas tertentu sesuatu yang wajib dilakukannya. Kalau tidak kasar, Gubernur Basuki tentu akan membiarkan dirinya diremehkan oleh lawan-lawan politiknya dan lawan-lawan politiknya harus berpikir ulang menghantam Gubernur Basuki karena takut dikasari. Namun demikian kasus sumber waras sudah merupakan suatu bom waktu bagi Gubernur Basuki. Dalam masa-masa persiapan Pilgub sampai dengan hari H pilgub merupakan titik kritis. Masih banyak waktu untuk membongkar kasus sumber waras.

Dalam Pilgub DKI saya meragukan apakah Pasangan Calon Basuki-Heru akan mampu mendapat lebih dari 50 % suara pemilih DKI. Andaipun Pasangan tersebut yg akan maju melalui jalur perseorangan dapat mengumpulkan dukungan sebagaimana yang dipersyaratkan, saya ragu mereka akan mendapatkan lebih dari 50 % suara pemilih DKI. Sentimen keagamaan tentu akan menonjol. Partai-partai berbasis Islam tentu akan menggunakan hal ini sebagai senjata untuk menghantam Gubernur Basuki Mayoritas Pemilih DKI adalah muslim. Seberapa jauh partai-partai berbasis Islam mampu mengungkit sentiment agama masih harus dibuktikan. Tentu akan banyak serangan kepada mereka yang mengedepankan soal isssu primordial. Partai-partai nasionalis tentu tidak akan mengangkat issu agama. Partai-partai Islam tidak dapat disalahkan, sebagai menyoal sara , jika mereka mengungkit sentiment agama karena basis mereka memang agama. Hanya dalam menjalankan pemerinthan sehari-hari dapat disalahkan soal sara. Dalam hal pertarungan untuk mendapatkan yang diinginkan, hal ini tidak masalah.

Gubernur Basuki duduk di kursi Gubernur bukanlah karena suara pemilih di Jakarta diberikan padanya. Para pemilih dalam Pilgub 2012 memandang pada Joko Widodo dan tidak seorangpun pada masa itu memperkirakan Joko Widodo menggunakan posisinya sebagai Gubernur menjdi batu loncatan untuk menjadi Presiden RI. Andai pemilih Jakarta tahu bahwa Joko Widodo memperalat mereka maka tidak ada tempat bagi Basuki untuk memduduki jabatan Gubernur DKI.  Undang-undang menentukan Wakil Gubernur menjadi Gubernur dlam hal Gubernur berhalangan tetap bukanlah sesuatu hal yang perlu ditawar. Dalam kerangka itulah Gubernur Basuki ada di singgasana DKI 1.

Para pemilih DKI, sekali lagi, tidak memberikan suara agar Basuki jadi Gubernur. Tetapi sudah terjadi dan para pemilih ke depan akan mempertimbangkan lebih masak apakah akan memilih Basuki untuk mengisi jabatan Gubernur 2017-2022.

Siapapun Gubernur Jakarta berikutnya, yang pasti bukan Gubernur Basuki, harus meningkatkan standar pemerintahan yang sudah dibangun oleh Gubernur Basuki. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar