Selasa, 29 September 2015

Presiden RI dari Ketum Partai Pemenang Pemilu



Pernyataan Mantan PresidenSoesilo Bambang Yudhoyono mengenai kudeta militer terhadap Presiden Joko Wdodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sedtidaknya membuka babak baru dalam pemerintahan yang ada sekarang. Berbagai permasalahan yang muncul ke permukaan mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dapat  dikatakan gagal diatasi oleh Presiden dan wakil Presiden, seperti kebakaran hutan dan yang paling mengkhawatirkan adalah anjloknya nilai rupiah terhadap dollar Amerika serikat. Berbagai kejadian seperti penculikan WNI ke Papua Nugini, yang tidak pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya, tuntutan para guru, dan akhir-akhir ini para bidan menunjukkan banyaknya soal yang menganga.

Berbagai persoalan yang tampaknya gagal diatasi dan bersamaan dengan pernyataan mantan Presiden Susilo Bambang yuhoyono tersebut di atas merupakan isyarat bahwa kursi kepresidenan dalam kondisi yang hampir roboh. Saya dan, saya menduga, seluruh masyarakat Indonesia setuju dengan mantan Presiden SBY bahwa kudeta bukanlah cara yang elok dalam berdemokrasi. Pernyataan mantan Presiden SBY juga boleh jadi  dapat diartikan bahwa Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah waktunya lempar handuk dan mekanisme ketatanegaraan sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dikedepankan, seperti Mengundang Sidang Istimewa MPR atau mengadakan pemilihan umum, dan bukan kudeta militer. Jadi, sepertinya  SBY hanya tidak menginginkan milter menodai dirinya dengan kudeta, tetapi cara-cara lain yang lebih bersifat demokratis yang diinginkan untuk membuat Presiden Jokowi lempar handuk.

Jika sekiranya kehidupan ketatanegaraan yang saat ini sangat tidak kondusif ini terus berlangsung dan kekuatan-kekuatan politk yang ada berhasil menjatuhkan Presiden Jokowi maka Jokowi akan mengalami nasib seperti  dua mantan Presiden RI terdahulu BJ Habibie dan Alm KH Abdurrachman Wahid. Presiden Jokowi memiliki persamaan dengan dua orang mantan Presiden RI terdahulu itu, yaitu bahwa ketiganya bukan Ketua Umum Partai pemenang pemilu. Meskipun SBY bukan Ketum partai pemenang pemilu dalam periode pertama kepresidenannya tetapi mendapat sokongan dari militer yang membuatnya dapat memerintah dengan stabil. . Baik Jokowi, BJ Habibie, dan Abdurrachman Wahid sama-sama menghadapi kesulitan yang sama karena mereka tidak memimpin Partai Politik pemenang pemilu dan tidak mendapat dukungan kuat dari kalangan militer, sehingga ketiganya tidak dapat dengan cepat menghadapi persoalan-persoalan yang muncul karena mereka harus bertarung sendiri dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada di parlemen dan kekuatan-kekuatan lain yang ada di masyarakat dan bahkan di dalam cabinet yang dibentuknya. Empat Presiden RI sebelumnya, yaitu alm. Ir. Soekarno, Alm Soeharto, Megawati Soekarno Puteri, dan SBY  adalam pimpinan partai politik. Khusus alm Presiden Soeharto, meski beliau itu bukan Ketua Umum Partai, tetapi adalah Ketua umum Dewan Pembina Golongan Karya. Walaupun Alm Presiden Soekarno jatuh dengan mengenaskan tetapi it terjadi setelah periode yang lama sebagai Presiden RI dan dalam suasana menguatnya peranan militer pada masa kepemimpinannya. Alm Soeharto sendiri tidak jatuh tetapi memilih mundur.

Keempat Presiden yang memimpin partai dapat dikatakan sebagai dapat menjalankan pemerintahan relative stabil dan efektif. Kecuali mungkin Alm Ir Soekarno tetapi hal ini masih dapat dimengerti dan juga tidak menghilangkan kebesaran beliau sebagai Presiden RI yang pertama, yang tentu sangat sulit mengingat belum ada pengalaman bernegara d Indonesia karena memang baru merdeka pada waktu itu. Meskipun SBY pada masa kepemimpinannya juga adalah Ketua parta dan didukum partai-partai koalisinya, tetap saja banyak menghadapi kesulitan dalam memimpin Negara, meskipun pada akhirnya berhasil menyelesaikan jabatannya dan meninggalkan kursi kepresidenannya dengan terhormat. Setiap zaman tentu mempunyai tantangannya sendiri.  Ini berbeda sekali dengan tiga presiden RI yang bukan Ketua umum partai. Ketiga Presden yang bukan ketua umum partai itu berada di era yang sudah melek bernegara.

Presiden Jokowi harus berhadapan dengan ketua-ketua umum partai pendukungnya dalam membuat kebijakan-kebijakannya.Meskipun Presiden Jokowi didorong oleh Partai pemenang pemilihan umum, tetapi tidak dengan sendirinya mendapatkan dukungan penuh dari partai pemenang pemilu itu. Apalagi ada kabar angin bahwa Jokowi bukan yang diinginkan oleh ketua umum partai jadi Presiden RI. Partai-partai lain pendukung Presiden Jokowi juga harus bersikap berhati-hati kepada ketua Umum partai pemenang pemiliu. Presiden Jokowi tidak hanya berhadapan dengan lawan-lawan politik dari partai lain yang bukan partai pendukung pemerintahannya tetapi juga dari partai pendukungnya sendiri. Jadi akan sangat sulit bagi Presiden Jokowi untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi dalam menjalankan roda pemerintahan. Toh tidak ada memang yang mustahil. Tentu kemampuan seorang Jokowi tidak dapat direemehkan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi hari esok.

Bagaimanapun juga ke depan, Presiden RI akan lebih baik jika ianya seorang Ketua Umum Partai politk pemenang pemilihan umum.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar