Saya membaca putusan MA
No. No. 1261
K/Pid.Sus/2015 dalam perkara dengan Terdakwa Anas Urbaningrum. Dalam Putusan
tersebut MA membenarkan permohonan Penuntut Umum agar memutuskan bahwa Terdakwa
dalam perkara tersebut, yaitu Anas Urbaningrum, terbukti bersalah melakukan
tindak pidana menurut Pasal 12a UU TIPIKOR
dalam dakwaan Kesatu Primer dan Pasal 3 UU TPPU Dakwaan Ketiga.
Pengadilan TIPIKOR pada PN Jakpus dan PT Jakarta memutuskan bahwa Terdakwa
tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan Penuntut umum dalam
Dakwaan Kesatu Primer dan Dakwaan Ketiga. Kedua pengadilan tersebut menyatakan
Terdakwa terbukti melakukan perbuatan pidana sebagaimana didakwakan dalam
Dakwaan Kesatu Subsidair dan Dakawaan Kedua (TPPU) dan menjatuhkan Pidana 8
tahun (pengadilan TIPIKOR pada PN Jakpus)
tetapi kemudian dikurangi oleh Pengadilan TIPIKOR pada PT Jakarta
menjadi 7 tahun. Mahkamah Agung memutuskan bahwa Terdakwa dalam perkara
tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Korupsi
menurut Dakwaan Kesatu Primer, Dakwaan Kedua dan Dakwaan Ketiga dan menjatuhkan
pidana 14 tahun bagi terdakwa ditambah dengan pidana lain-lain.
Catatan:
1.
Menarik
perhatian saya bahwa Pengadilan TIPIKOR pada PN Jakpus dan PT Jakarta
memutuskan bersalah padahal dakwaan penuntut umum disusun secara kumulatif.
Dakwaan kumulatif berarti bahwa semua dakwaan harus dibuktikan. Jika salah satu
saja tidak terbukti maka keseluruhan dakwaan gugur. Mengingat menurut kedua pengadilan ini
Dakwaan ketiga tidak terbukti maka seharusnya Terdakwa dinyatakan tidak
bersalah dan dibebaskan. Namun pada
kenyataannya ternyata kedua pengadilan menyatakan terbukti bersalah menurut
dakwaan kesatu subsidair dan Dakwaan kedua dan menjatuhkan pidana.
Malangnya dalam
permohonan kasasi, Terdakwa tidak mempersoalkan kekeliruan ini. Terdakwa
mempersoalkan hal-hal yang tidak relevan dengan persoalan hukum dalam kasus
tersebut. Sangat wajar jika kemudian MA menolak permohonan Kasasi yang diajukan
oleh Terdakwa, karena sebagaimana dikatakan MA, kasasi terdakwa hanya
pengulangan fakta yang sudah dikemukanan di dua pengadilan di bawah MA.
2.
Persoalan hukum
juga mengapa MA dapat menyatakan bahwa dakwaan kesatu primer dan dakwaan ketiga terbukti padahal dua
pengadilan di bawahnya menyatakan bahwa dakwaan kesatu primer dan dakwaan
ketiga tidak terbukti. Tampak disini MA tidak professional menghormati
pengadilan di bawahnya yang adalah penguji fakta (trier of facts);
3.
Jika
sebagaimana di sebut pada butir 2 di atas, MA menempati kursi dari pengadilan
di bawahnya tetapi sayangnya MA tidak melakukan pemeriksaan terhadap
unsure-unsur dari pasal-pasal yang didakwakan pada dakwaan kesatu primer dan
dakwaan ketiga;
4.
Perkara TPPU
sesungguhnya masih terus menghantui. Apakah Perkara TPPU dapat diadili tanpa
mengadili soal tindak pidana asal. Dalam beberapa putusan seperti dalam perkara
dengan terdakwa Wa Ode Nurhayati, Luthfi Hasan Ishaaq, Akil Mochtar dan Joko
Susilo, MA konsisten menyatakan bahwa Perkara TPPU dapat diperiksa tanpa
membuktikan terlebih dahulu tindak pidana asal. Alasan hukum yang dikemukakan
oleh MA, tampak bagi saya, agak konyol. Pembacaan yang teliti terhadap UU TPPU
menyarankan bahwa perkara TPPU tidak berdiri sendiri. Tindak Pidana asal justru
harus ada. Tanpa tindak pidana asal tidak ada tindak pidana pencucian uang.
Tidak perlu mencuci uang (TPPU) tanpa adanya uang kotor (tindak pidana asal).
Tentu untuk
menunjukkan hal ini dibutuhkan keahlian hukum yang mumpuni. Ini agak rumit
tetapi pasti ada yang mampu menunjukkan bahwa MA keliru dalam
putusan-putusannya.
5.
Tentu banyak
hal yang bersifat tekhnis hukum yang harus dilihat sebagai kekeliruan yang
nyata yang sudah mulai terjadi di tahapan awal sebelum penyidikan sampai dengan
kasasi di MA, mulai dari alat bukti sampai cara-cara MA mengadili perkara yang
menyimpang jauh dari UU. Saking banyaknya saya menduga ulasan terhadapnya dapat
melebihi jumlah lembaran kertas putusan MA dalam perkara Irjen Joko Susilo yang
lebih dari 1700 lembar dan tentu tidak cukup layak dibahas dalam suatu catatan
ringkas seperti tulisan ini. Kesemua itu merupakan alasan untuk mengajukan
Peninjauan Kembali dalam perkara ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar