No. 001/LS/P/II/2016
Jakarta,
29 Februari 2016
Kepada Yth:
1.
Ketua MPR RI Bapak
Dr. (H.C) Zulkifli Hasan
2.
Presiden RI Bapak
Ir. Joko Widodo
3.
Ketua DPR RI
Bapak DR. H. Ade Komaruddin, MH.
4.
Ketua DPD Bapak
H. Irman Gusman, S.E., M.B.A.
Perihal: Usulan
untuk menyusun dan menetapkan Penjelasan Resmi
atau pedoman pelaksanaan UUD 1945
Dengan hormat,
Dari Paustinus
Siburian, SH., MH., seorang Warga Negara Indonesia yang berprofesi sebagai advokat
dan yang pada masa lalu, sewaktu masih
sekolah hukum di Universitas Indonesia, menemukan adanya kekeliruan dalam
ketatanegaraan Indonesia, dimana MPR menjalankan hal yang tidak berada dalam
lingkup wewenangnya, yaitu dengan membuat Ketetapan MPR yang bersifat
pengaturan, yang dalam hirarki hukum berada di bawah UUD 1945, temuan yang dituangkan
dalam skripsi, yang kemudian, entah
dengan cara bagaimana, saran menyangkut kekeliruan itu dapat mencapai MPR dan
dijalankan dengan baik dimana MPR tidak lagi mengeluarkan TAP-TAP MPR yang
berisi pengaturan, salam sejahtera dan semoga api cinta dan nyala kasih dari TUHAN
ALLAH SERU SEKALIAN ALAM selalu menyertai Bapak-bapak, baik dalam menjalankan tugas-tugas kenegaraan untuk
mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Alinea III Pembukaan UUD 1945, maupun
dalam menjalankan keseharian Bapak-bapak sekalian, sebagai individu-individu
yang tersusun dari darah dan daging.
Saya ada mendengar
dan membaca soal-soal ketatanegaraan yang tampaknya masih belum mendekati
sempurna sehingga ada semacam kegoncangan teristimewa mengenai perlunya
amandemen terhadap UUD 1945. Sehubungan dengan hal itu, bersama dengan ini saya
menyampaikan suatu usulan untuk dipertimbangkan dan dilaksanakan oleh MPR, sebuah
lembaga Negara RI yang sarat wibawa dan
yang menurut UUD 1945 adalah pemegang kedaulatan rakyat. Usulan saya adalah
agar MPR menyusun dan menetapkan suatu naskah berupa Penjelasan UUD 1945 atau
pedoman pelaksanaan UUD 1945 (implementation guidelines) . Adapun hal-hal yang yang
menjadi latar belakang dan tujuan usulan ini adalah:
1.
Bahwa terdapat
kekisruhan dalam pelaksanaan UUD 1945 pasca amandemen, yang sampai dengan saat
ini sudah dilakukan empat kali. Sebelum amandemen ada Penjelasan UUD 1945 ;
2.
Bahwa kemudian
melalui Amandemen keempat tanggal 10 Agustus 2002, Aturan Tambahan UUD 1945
pada Pasal II yang berbunyi: “Dengan
ditetapkannya Perubahan Undang-undang Dasar ini , Undang-undang Dasar Negara
Repulik Indonesia tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.” Dengan
adanya Pasal II aturan Tambahan tersebut, Penjelasan UUD 1945 menjadi
tereliminasi;
3.
Bahwa sudah
sampai empat kali terjadi amandemen tidak ada suatu penjelasan resmi terhadap
UUD 1945 sehingga lembaga-lembaga Negara di
Indonesia dapat menafsirkan UUD
1945 sesuai kebutuhan masing-masing. Penafsiran
siapa yang benar, tergantung pada kekuatan pendukungnya. DPR membuat
Undang-undang sesuai pemahamannya mengenai UUD 1945 dan Mahkamah Konstitusi,
sesuai pemahamannya terhadap UUD 1945, dapat membatalkan UU yang menurut
penilaiannya sendiri bertentangan dengan UUD 1945. Meskipun Mahkamah Konstitusi
sudah ratusan kali membatalkan ketentuan-ketentuan dalam UU atau UU secara
keseluruhan, tetap saja DPR membuat UU yang dengan mudahnya dibatalkan oleh
Mahkamah Konstitusi. Hal ini berarti bahwa meskipun Mahkamah Konstitus sudah
ratusan kali menafsirkan konstitusi tetapi penafsiran MK tidak dapat diterima sebagai pegangan/pedoman bagi DPR dalam menyusun
Undang-undang dan lembaga-lembaga lain dalam menjalankan tugas-tugas kenegaraan.
Demikian juga dengan DPD yang sampai
dengan saat ini seperti macan ompong karena kekuatan politiknya sangat lemah
sehingga apa yang diamanatkan oleh UUD 1945 tidak dapat dijalankannya dengan
baik;
4.
Bahwa dengan
demikian ada yang tidak sinkron dalam pelaksanaan UUD, antara lembaga-lembaga
Negara yang ada dan juga oleh masyarakat pada umumnya. Ketidaksinkronan inii
berdampak pada desakan untuk melakukan amandemen terhadap UU 1945. Hal in
terjadi karena baik lembaga Negara dan masyarakat pada umumnya seolah berada
dalam kegelapan dan hanya meraba-raba akan makna dan maksud dari teks UUD 1945;
5.
Bahwa dengan
membuat penjelasan resmi atau pedoman pelaksanaan UUD 1945 maka diharapkan
segenap lembaga dan masyarakat mempunyai pedoman dan menjadi acuan dalam
melaksanakan UUD 1945. Demikianlah, misalnya, dalam hal ada gagasan untuk
menghidupkan kembali GBHN, yang dilontarkan Ketua Umum PDIP, Yang Terhormat,
Ibu Megawaty Soekarno Putri, Penjelasan atau pedoman pelaksanaan UUD menjadi
pembimbing untuk melihat apakah gagasan itu termaktub dalam UUD 1945 ataukah
harus dilakukan amandemen, atau malah diabaikan saja;
6.
Bahwa dengan
demikian issu mengenai amandemen dapat dieliminir. Dengan membuat penjelasan
atau pedoman pelaksanaan menjadi jelas apa makna dan maksud dari UUD 1945.
Tidaklah tepat melakukan amandemen tanpa membeberkan terlebih dahulu apa yang dimaksud
UUD 1945. Jika setelah membuat jelas UUD 1945 melalui penjelasan atau pedoman
pelaksanaan, ternyata memang ada yang harus diamandemen, tentu hal itu bukan
sesuatu yang ganjil;
7.
Bahwa tugas
membuat penjelasan resmi atau pedoman pelaksanaan adalah menjadi tugas dari MPR
karena MPRlah yang berwenang menetapkan UUD 1945 maka ia pula yang harus
membuat penjelasan atau pedoman pelaksanaan UUD 1945 tersebut. Yang menetapkan
harus membuat jelas apa yang ditetapkannya. Hal ini dilakukan dengan membuat
penjelasan resmi atau pedoman pelaksanaan UUD 1945;
8.
Bahwa tentu
timbul persoalan, apa status hukum dari penjelasan atau pedoman pelaksanaan UUD
1945? Sebagaimana namanya Penjelasan atau pedoman pelaksanaan tentu tidak ada
kekuatan hukum. Namun kewibawaan MPR sendiri sebagai yang menetapkan UUD 1945
yang menjai pertaruhannya. Dalam teori penafsiran, maksud pembuat teks hukum
menjadi bahan rujukan yang tidak dapat diabaikan dalam melakukan penafsiran ;
9.
Bahwa untuk
keperluan penyusunan penjelasan resmi atau pedoman pelaksanaan UUD 1945, tentu
mekanisme baik teknis maupun anggaran yang ada di MPR harus berlaku. Hanya
saja, saya pikir baik jika MPR membentuk kepanitiaan untuk ini yang dipimpin
oleh Ketua MPR, Ketua DPR, dan Ketua DPD untuk mempersiapkan penyusunan
penjelasan atau pedoman pelaksanaan UU 1945. Panitia dapat menunjuk seorang
atau membentuk suatu kelompok pakar untuk menyusun naskah penjelasan resmi atau
pedoman pelaksanaan UUD 1945. Tugas dari seorang atau kelompok pakar ini, dalam
batas-batas tertentu, saya pikir, akan mirip dengan tugas dari Special
Rapporteur di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hasil kerja dari seorang atau
kelompok pakar ini selanjutnya dibahas dalam panitia dan diujungnya diajukan dalam
sidang umum MPR yang akan datang untuk pengesahannya
sebagai produk MPR;
10. Bahwa mengingat sudah sekian lama UUD 1945 pasca
amandemen berjalan, risalah-risalah persiapan UUD 1945 dan amandemen-amandemennya menjadi bahan utama
ditambah dengan penafsiran-penafsiran UUD 1945, yang mungkin pernah dilakukan
oleh Mahkamah Konstitusi; dan
11. Bahwa sebagai pengusul saya sangat bergembira jika
usulan saya dipertimbangkan, diterima dan dijalankan tetapi jika Ketua MPR, Presiden.
DPR, dan DPD berpendirian bahwa saya, selaku pengusul pantas dilibatkan dalam
penyusunan dan persiapan penetapannya, saya akan dengan senang hati
menerimanya.
Demikianlah usulan
ini saya sampaikan. Mudah-mudahan berguna dalam menata kehidupan berbangsa dan
bernegara. Saya mohon dimaafkan jika sekiranya ada hal yang saya sampaikan di atas
yang tidak berkenan. Jika sekiranya ada yang tidak jelas atau ada hal yang
perlu dielaborasi, jangan segan-segan untuk menghubungi saya. Atas perhatiannya
saya haturkan terima kasih tak berhingga.
Hormat saya,
Paustinus Siburian,
SH., MH.
Tembusan disampaikan
melalui e-mail kepada:
1.
Yang Terhormat
Wakil Presiden RI Bapak Drs. H. Jusuf
Kalla
2.
Yang Terhormat
Menteri Luar Negeri RI
3.
Yang Terhormat
Menteri Dalam Negeri RI
4.
Yang Terhormat
Menteri Pertahanan RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar