UU No. 27 tahun2007 tentang TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI
DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Pasal 11
(1) Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang
memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) ditetapkan sebagai Gubernur
dan Wakil Gubernur terpilih.
(2) Dalam hal tidak ada pasangan calon Gubernur dan Wakil
Gubernur yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diadakan
pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh pasangan
calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama.
(3) Penyelenggaraan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan menurut
persyaratan dan tata cara yang diatur dalam peraturan perundangundangan.
Ketentuan-ketentuan tersebut mempersyaratkan adanya dua
atau lebih pasangan calon dalam
Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Calon tunggal Pasangan calon Gub/wagub DKI
tidak diperbolehkan. Upaya-upaya yang dilakukan Gubernur Basuki yang dikesankan
menghalangi kandidat lain untuk maju dalam Pilgub DKI tidak diperkenankan. Yang
maju dalam pilgub harus lebih dari satu pasangan calon. Saya pikir Gubernur
Basuki harus menghentikan upaya-upayanya mengubur calon-calon lain yang akan
bermunculan sebagai pesaingnya dalam perebutan kursi Gubernur/Wakil Gubernur
DKI Jakarta.
Survey-survey yang dilakukan oleh penyedia jasa survey
menunjukkan elektabilitas Gubernur Basuki yang sangat tinggi melampaui para
kandidat yang digadang-gadang untuk maju bersaing dengan Gubernur Basuki dalam
memikat hati pemilih Jakarta. Survey adalah survey dan ketentuan hukum yang
mempersyaratkan adanya sekurang-kurangnya dua pasangan calon, Survey-survey tidak
harus dianggap sebagai harga mati yang membuat para kandidat menjadi ciut hati
dan juga tidak menjadi patokan bagi partai-partai untuk tidak memajukan calon.
Prestasi Gubernur Basuki tentu sesuatu yang patut dipuji
dan setiap orang di Jakarta dan daerah-daerah lain di Indonesia dan terutama yang
berbatasan dengan DKI menikmati hasil kerja Gubernur Basuki. Biaya transportasi
umum yang relative terjangkau, fasilitas kesehatan, prema-preman Jakarta yang
dihabisi, dan terakhir soal Kalijodo, terlepas dari pelanggaran hukumnya,
adalah antara lain hal-hal yang memikat yang sudah diperbuat oleh Gubernur
Basuki. Penerapan e-budgeting, terungkapnya persekongkolan untuk menilep
anggaran sampai puluhan trilyun dengn dalil biaya sosialisasi
peraturan-peratran Jakarta merupakan nilai tersendiri yang layak dibanggakan.
Bahwa Gubernur Basuki banyak kelemahan itu sudah pasti.
Bukankah pepatah lama bilang tak ada gading yang tak retak. Cara bicaranya yang
kasar dan tidak pantas memang banyak jadi sorotan. Untuk memimpin Jakarta saya
kira hal itu dapat dimaklumi dan malahan dalam batas tertentu sesuatu yang wajib
dilakukannya. Kalau tidak kasar, Gubernur Basuki tentu akan membiarkan dirinya
diremehkan oleh lawan-lawan politiknya dan lawan-lawan politiknya harus
berpikir ulang menghantam Gubernur Basuki karena takut dikasari. Namun demikian
kasus sumber waras sudah merupakan suatu bom waktu bagi Gubernur Basuki. Dalam
masa-masa persiapan Pilgub sampai dengan hari H pilgub merupakan titik kritis.
Masih banyak waktu untuk membongkar kasus sumber waras.
Dalam Pilgub DKI saya meragukan apakah Pasangan Calon
Basuki-Heru akan mampu mendapat lebih dari 50 % suara pemilih DKI. Andaipun
Pasangan tersebut yg akan maju melalui jalur perseorangan dapat mengumpulkan
dukungan sebagaimana yang dipersyaratkan, saya ragu mereka akan mendapatkan
lebih dari 50 % suara pemilih DKI. Sentimen keagamaan tentu akan menonjol.
Partai-partai berbasis Islam tentu akan menggunakan hal ini sebagai senjata
untuk menghantam Gubernur Basuki Mayoritas Pemilih DKI adalah muslim. Seberapa
jauh partai-partai berbasis Islam mampu mengungkit sentiment agama masih harus
dibuktikan. Tentu akan banyak serangan kepada mereka yang mengedepankan soal
isssu primordial. Partai-partai nasionalis tentu tidak akan mengangkat issu
agama. Partai-partai Islam tidak dapat disalahkan, sebagai menyoal sara , jika
mereka mengungkit sentiment agama karena basis mereka memang agama. Hanya dalam
menjalankan pemerinthan sehari-hari dapat disalahkan soal sara. Dalam hal
pertarungan untuk mendapatkan yang diinginkan, hal ini tidak masalah.
Gubernur Basuki duduk di kursi Gubernur bukanlah karena
suara pemilih di Jakarta diberikan padanya. Para pemilih dalam Pilgub 2012
memandang pada Joko Widodo dan tidak seorangpun pada masa itu memperkirakan
Joko Widodo menggunakan posisinya sebagai Gubernur menjdi batu loncatan untuk
menjadi Presiden RI. Andai pemilih Jakarta tahu bahwa Joko Widodo memperalat
mereka maka tidak ada tempat bagi Basuki untuk memduduki jabatan Gubernur DKI. Undang-undang menentukan Wakil Gubernur
menjadi Gubernur dlam hal Gubernur berhalangan tetap bukanlah sesuatu hal yang
perlu ditawar. Dalam kerangka itulah Gubernur Basuki ada di singgasana DKI 1.
Para pemilih DKI, sekali lagi, tidak memberikan suara
agar Basuki jadi Gubernur. Tetapi sudah terjadi dan para pemilih ke depan akan
mempertimbangkan lebih masak apakah akan memilih Basuki untuk mengisi jabatan
Gubernur 2017-2022.
Siapapun Gubernur Jakarta berikutnya, yang pasti bukan Gubernur Basuki, harus meningkatkan standar pemerintahan yang sudah dibangun oleh Gubernur
Basuki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar