Pernyataan Mantan PresidenSoesilo Bambang Yudhoyono mengenai kudeta militer
terhadap Presiden Joko Wdodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sedtidaknya membuka
babak baru dalam pemerintahan yang ada sekarang. Berbagai permasalahan yang
muncul ke permukaan mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dikatakan gagal diatasi oleh Presiden dan
wakil Presiden, seperti kebakaran hutan dan yang paling mengkhawatirkan adalah
anjloknya nilai rupiah terhadap dollar Amerika serikat. Berbagai kejadian
seperti penculikan WNI ke Papua Nugini, yang tidak pernah terjadi pada
masa-masa sebelumnya, tuntutan para guru, dan akhir-akhir ini para bidan
menunjukkan banyaknya soal yang menganga.
Berbagai persoalan yang tampaknya gagal
diatasi dan bersamaan dengan pernyataan mantan Presiden Susilo Bambang yuhoyono
tersebut di atas merupakan isyarat bahwa kursi kepresidenan dalam kondisi yang hampir
roboh. Saya dan, saya menduga, seluruh masyarakat Indonesia setuju dengan
mantan Presiden SBY bahwa kudeta bukanlah cara yang elok dalam berdemokrasi.
Pernyataan mantan Presiden SBY juga boleh jadi dapat diartikan bahwa Presiden Joko Widodo dan
Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah waktunya lempar handuk dan mekanisme
ketatanegaraan sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dikedepankan,
seperti Mengundang Sidang Istimewa MPR atau mengadakan pemilihan umum, dan bukan kudeta militer. Jadi,
sepertinya SBY hanya tidak menginginkan
milter menodai dirinya dengan kudeta, tetapi cara-cara lain yang lebih bersifat
demokratis yang diinginkan untuk membuat Presiden Jokowi lempar handuk.
Jika sekiranya kehidupan
ketatanegaraan yang saat ini sangat tidak kondusif ini terus berlangsung dan
kekuatan-kekuatan politk yang ada berhasil menjatuhkan Presiden Jokowi maka
Jokowi akan mengalami nasib seperti dua
mantan Presiden RI terdahulu BJ Habibie dan Alm KH Abdurrachman Wahid. Presiden
Jokowi memiliki persamaan dengan dua orang mantan Presiden RI terdahulu itu,
yaitu bahwa ketiganya bukan Ketua Umum Partai pemenang pemilu. Meskipun SBY bukan Ketum partai pemenang pemilu dalam periode pertama kepresidenannya tetapi mendapat sokongan dari militer yang membuatnya dapat memerintah dengan stabil. . Baik Jokowi, BJ Habibie, dan
Abdurrachman Wahid sama-sama menghadapi kesulitan yang sama karena mereka tidak
memimpin Partai Politik pemenang pemilu dan tidak mendapat dukungan kuat dari kalangan militer, sehingga ketiganya tidak dapat dengan cepat menghadapi
persoalan-persoalan yang muncul karena mereka harus bertarung sendiri dengan
kekuatan-kekuatan politik yang ada di parlemen dan kekuatan-kekuatan lain yang
ada di masyarakat dan bahkan di dalam cabinet yang dibentuknya. Empat Presiden
RI sebelumnya, yaitu alm. Ir. Soekarno, Alm Soeharto, Megawati Soekarno Puteri,
dan SBY adalam pimpinan partai politik.
Khusus alm Presiden Soeharto, meski beliau itu bukan Ketua Umum Partai, tetapi
adalah Ketua umum Dewan Pembina Golongan Karya. Walaupun Alm Presiden Soekarno
jatuh dengan mengenaskan tetapi it terjadi setelah periode yang lama sebagai
Presiden RI dan dalam suasana menguatnya peranan militer pada masa
kepemimpinannya. Alm Soeharto sendiri tidak jatuh tetapi memilih mundur.
Keempat Presiden yang memimpin
partai dapat dikatakan sebagai dapat menjalankan pemerintahan relative stabil
dan efektif. Kecuali mungkin Alm Ir Soekarno tetapi hal ini masih dapat
dimengerti dan juga tidak menghilangkan kebesaran beliau sebagai Presiden RI
yang pertama, yang tentu sangat sulit mengingat belum ada pengalaman bernegara
d Indonesia karena memang baru merdeka pada waktu itu. Meskipun SBY pada masa
kepemimpinannya juga adalah Ketua parta dan didukum partai-partai koalisinya,
tetap saja banyak menghadapi kesulitan dalam memimpin Negara, meskipun pada
akhirnya berhasil menyelesaikan jabatannya dan meninggalkan kursi
kepresidenannya dengan terhormat. Setiap zaman tentu mempunyai tantangannya
sendiri. Ini berbeda sekali dengan tiga
presiden RI yang bukan Ketua umum partai. Ketiga Presden yang bukan ketua umum
partai itu berada di era yang sudah melek bernegara.
Presiden Jokowi harus berhadapan dengan
ketua-ketua umum partai pendukungnya dalam membuat
kebijakan-kebijakannya.Meskipun Presiden Jokowi didorong oleh Partai pemenang
pemilihan umum, tetapi tidak dengan sendirinya mendapatkan dukungan penuh dari
partai pemenang pemilu itu. Apalagi ada kabar angin bahwa Jokowi bukan yang
diinginkan oleh ketua umum partai jadi Presiden RI. Partai-partai lain pendukung
Presiden Jokowi juga harus bersikap berhati-hati kepada ketua Umum partai
pemenang pemiliu. Presiden Jokowi tidak hanya berhadapan dengan lawan-lawan
politik dari partai lain yang bukan partai pendukung pemerintahannya tetapi juga
dari partai pendukungnya sendiri. Jadi akan sangat sulit bagi Presiden Jokowi
untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi dalam menjalankan roda
pemerintahan. Toh tidak ada memang yang mustahil. Tentu kemampuan seorang Jokowi
tidak dapat direemehkan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi hari esok.
Bagaimanapun juga ke depan,
Presiden RI akan lebih baik jika ianya seorang Ketua Umum Partai politk
pemenang pemilihan umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar