Boleh jadi musibah kebakaran hutan dapat dicegah jika sekiranya sudah ada Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Penyidikan yang dilakukan Polri dalam kasus perusakan hutan dapat menjadi sia-sia karena kewenangan itu ada pada Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Daripada melakukan pencitraan dengan turun tangan memadamkan api, lebih baik Presiden Jokowi segera membentuk lembaga itu sesuai Pasal 111 UU No. 18 tahun 2013. Meski terlambat tetapi itu harus.
===============================================================================
Pembakaran hutan telah merusak hutan dan dengannya penderitaan yang tak tertanggungkan menimpa masyarakat Indonesia yang ada di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Asap tebal telah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat dan Negara. Pemerintah tampak tidak berdaya menghentikan sampai harus meminta bantuan luar negeri untuk mengatasi masalah ini. Apakah ketentuan hokum Indonesia tidak ada yang mengatur soal perusakan hutan beserta akibat-akibatnya? Saya mencoba menelisik ketentuan-ketentuan hukum di Indonesia yang berkenaan dengan masalah ini. Saya ada menemukan Undang-undang yang judulnya sangat ok yaitu Undang-undang No. 18 tahun 2013 tantang PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN.
Pembakaran hutan telah merusak hutan dan dengannya penderitaan yang tak tertanggungkan menimpa masyarakat Indonesia yang ada di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Asap tebal telah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat dan Negara. Pemerintah tampak tidak berdaya menghentikan sampai harus meminta bantuan luar negeri untuk mengatasi masalah ini. Apakah ketentuan hokum Indonesia tidak ada yang mengatur soal perusakan hutan beserta akibat-akibatnya? Saya mencoba menelisik ketentuan-ketentuan hukum di Indonesia yang berkenaan dengan masalah ini. Saya ada menemukan Undang-undang yang judulnya sangat ok yaitu Undang-undang No. 18 tahun 2013 tantang PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN.
Dalam konsiderans dari
Undang-undang itu disebutkan:
c. bahwa telah terjadi perusakan hutan yang disebabkan
oleh pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. bahwa perusakan hutan, terutama berupa pembalakan
liar, penambangan tanpa izin, dan perkebunan tanpa izin telah menimbulkan
kerugian negara, kerusakan kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup, serta
meningkatkan pemanasan global yang telah menjadi isu nasional, regional, dan
internasional;
e.
bahwa perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang berdampak luar biasa,
terorganisasi, dan lintas negara yang dilakukan dengan modus operandi yang
canggih, telah mengancam kelangsungan kehidupan masyarakat sehingga dalam
rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang efektif dan pemberian
efek jera diperlukan landasan hukum yang kuat dan yang mampu menjamin
efektivitas penegakan hukum;
Dalam
undang-undang itu diatur secara detail mengenai pencegahan dan pemberantasan hokum,
substansinya sangat baik, tersusun dengan rapi. Secara detail diatur mengenai
hal-hal apa yang dilarang, sanksi, baik administrasi maupun pidana, yang keras,
baik bagi pelaku, penadah, pemodal, maupun bagi pejabat yang terlibat dalam
melakukan kegiatan pengrusakan hutan serta hokum acara yang dipercepat.
Malangnya dalam undang-undang itu pembakaran hutan tidak disebutkan sama
sekali.
Dalam
Pasal 1 butir 3 Perusakan hutan didefenisikan sebagai “proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan
liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang
bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan
yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun yang sedang diproses
penetapannya oleh Pemerintah” Saya tidak tahu mengapa soal pembakaran hutan
tidak disebutkan secara eksplisit dalam undang-undang itu. Apakah memang tidak
terpikirkan adanya musibah seperti yang terjadi belakangan ini ataukah memang
dianggap sudah memadai pengaturan seperti dalam undang-undang itu. Memang
dengan membaca butir d konsiderans undang-undang itu dapat disimpulkan bahwa
perusakan hutan karena pembakaran hutan dapat dicakup. Dalam butir d tersebut
disebutkan “bahwa perusakan hutan, terutama berupa ,………” Penggunaan kata ‘terutama’
dalam konsideras itu menandakan bahwa kerusakan itu bukanlah daftar tertutup.
Ada penyebablain kerusakan hutan selaiin yang disebut dalam konsiderans. Namun
demikian tidak disebutkannya secara jelas dapat berdampak bahwa perusakan yang
dilakukan dengan cara pembakaran hutan tidak dapat dipidana mengingat ketentuan
dalam KUHP yang menyatakan tiada pidana tanpa diatur dalam undang-undang.
Yang penting juga bahwa Pasal
54 dan Pasal 111 ayat (1) undang-undang itu berisi perintah kepada Presiden
untuk membentuk Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Lembaga
itu sudah harus terbentuk selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diundangkannya
undang-undang itu. Undang-undang itu diundangkan pada tanggal 6 Agustus 2013.
Ini artinya bahwa selambat-lambatnya tanggal 6 Agustus 2015 Lembaga itu sudah
harus terbentuk. Namun demikian sejauh ini belum ada terbentuk Lembaga
dimaksud. Kita melihat bahwa Presiden turun tangan secara langsung memadamkan
kebakaran hutan. Lembaga itu akan
terdiri dari unsur Kementerian Kehutanan, unsur Kepolisian Republik Indonesia, unsur Kejaksaan Republik Indonesia; dan unsur
lain yang terkait.
Dalam Pasal 56 ditentukan
apa yang menjadi tugas dari lembaga itu, yaitu:
a.
melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana perusakan hutan;
b.
melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara
perusakan hutan;
c.
melaksanakan kampanye anti perusakan hutan;
d.
membangun dan mengembangkan sistem informasi pencegahan dan pemberantasan
perusakan hutan yang terintegrasi;
e.
memberdayakan masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan perusakan
hutan;
f.
melakukan kerja sama dan koordinasi antar lembaga penegak hukum dalam
pemberantasan perusakan hutan;
g.
mengumumkan hasil pelaksanaan tugas dan kewenangannya secara berkala kepada
masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h.
memberi izin penggunaan terhadap barang bukti kayu temuan hasil operasi
pemberantasan perusakan hutan yang berasal dari luar kawasan hutan konservasi
untuk kepentingan sosial.
Pasal
57 Dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, lembaga
melaporkan hasil kerjanya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
paling sedikit 6 (enam) bulan sekali.
Menarik perhatian bahwa soal
perusakan hutan karena pembakaran hutan ini penyelidikan dan penyidikannyaa
dilakukan oleh Polri. Padahal sesuai dengan ketentuan undang-undang No. 18
tahun 2013 itu, tugas penyelidikan dan penyidikan tindak pidana perusakan hutan
dilakukan oleh Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan hutan. Hal ini
tentu masih akan menyisakan persoalan. Salah-salah dapat diajukan Pra-Peradilan
atas kasus-kasus perusakan hutan ini.
Dengan keprihatinan yang
sangat tinggi saat ini karena pembakaran hutan yang berdampak musibah yang tak
terkirakan, yang semestinya dapat dicegah jika dengan segera, tanpa harus
menunggu 2 tahun dari tanggal diundangkannya undang-undang ini, dibentuknya
Lembaga Pencegahan dan Pemberantasam Perusakan Hutan. Sudah dua tahun lembaga
itu tak kunjung ada. Sesungguhnya, kita tidak perlu melihat Presiden Jokowi
harus berlelah-lelah turun tangan memadamkan api yang memang tidak kunjung
padam. Terlepas dari soal tindakan Presiden turun tangan langsung memadamkan
api itu dianggap sebagai pencitraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar