Di dunia maya kitab-kitab suci beredar secara bebas. Di toko
buku, ambil contoh Gramedia, banyak di jual kitab suci. Al Qur’an, ALlkitab dan
lain sebagainya. Di toko buku, Al Qur’an lebih menarik di bandingkan dengan Alkitab..
Berbagai cara dikemas. Ada yang hanya
dalam bahasa Arab dan terjemahannya, ada pula yang didampingi bacaannya dalam
huruf Latin. Pokoknya dibuat sedemikian menarik. Harganya tentu bervariasi. ALKITAB
di sisi lain, tidak banyak variasinya, begitu-begitu saja. Tidak banyak pilihan,
paling juga hanya soal ukuran saja yang beda.
Banyak orang berpandangan kitabmu kitabmu, kitabku kitabku.
Seseorang dari agama lain, katakanlah saya yang Katolik, dianggap tidak layak
mengomentari Al Qur’an, misalnya. Saya menjadi bingung mendengar yang semacam
ini. Di dunia maya dan toko buku tidak
dibuat pembatasan bahwa yang dapat membaca dan melihat dan membeli Al Qur’an
hanya kalangan Muslim. Atau Alkitab hanya boleh dibaca, dilihat, disentuh dan
dibeli oleh orang-orang Kristen. Dalam berbagai versi Al Qur’an dan Alkitab yang
saya lihat di toko tidak ada satu penyusunpun yang membuat deklarasi bahwa Al
Qur’an atau Alkitab yang bersangkutan hanya dapat dibaca, dilihat, dibeli dan
dikomentari oleh yang Muslim atau yang Kristen.
Kalau orang Kristen keberatan penganut agama lain
mengomentari atau menafsirkan Alkitab, yang dijual atau beredar secara bebas, saya pikir Pihak Gereja harusnya
tidak mengijinkan peredaran Alkitab secara
bebas. Demikian juga dengan kalangan Muslim. Kalau
berkeberatan orang-orang non muslim mengomentari dan menafsirkan Al Qur’an, janganlah dijual dan diedarkan secara
bebas. Kan di toko buku bisa dibuat batasan dan ,jika perlu, untuk membeli Al Quran atau Alkitab harus
menunjukkan kartu identitas.
Bagi saya, ketika suatu tulisan, apakah sekedar status di
facebook, apakah artikel di Koran, buku, termasuk Kitab Suci, sudah menjangkau
orang lain secara bebas maka orang lain itu bebas mengomentari dan
menafsirkannya tanpa mempersoalkan asal -usulnya. Misalnya, seseorang membeli
Alkitab di toko lalu membacanya dan menuliskan apa yang dipahamnya tentang apa
yang dibacanya dan menerbitkannya, katakan di facebook. Apa yang salah dengan
itu? Kalau apa yang dituliskannya salah, seseorang yang mengerti tentu dapat
memberikan pengertian kepada yang bersangkutan tanpa harus menyeretnya ke
hadapan polisi dengan tuduhan penodaan agama.
Bagi saya, imanmu imanmu, imanku imanku, bukan kitabmu
kitabmu kitabku kitabku. Alkitab bagi saya bukan hanya “kitabku” tetapi kitab
semua yang membacanya. Soal mengimaninya, itu urusan masing-masing dan
masing-masing bebas mempunyai pemahaman masing-masing atas apa yang dibacanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar